Selama bertahun-tahun, proyek-proyek energi dan infrastruktur di provinsi tersebut, terutama yang didukung China, kerap menjadi sasaran serangan bersenjata.
Fakta bahwa Balochistan kaya akan hidrokarbon dan mineral tak otomatis membuat masyarakatnya sejahtera. Sekitar 70% dari 15 juta penduduk provinsi itu hidup di bawah garis kemiskinan, sebuah ironi yang semakin menyulut ketidakpuasan sosial.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Komitmen AZEC Dukung Pembiayaan Pembangunan Energi Bersih di Indonesia
Kritik keras pun bermunculan dari kelompok masyarakat sipil. Sedikitnya tiga lusin organisasi, termasuk MiningWatch Canada dan Asia-Pacific Network of Environmental Defenders, menuntut ADB dan International Finance Corporation menunda investasinya.
Dalam surat terbuka yang dipublikasikan Selasa lalu, mereka menegaskan: "Proyek ini berisiko memperburuk ketidakamanan bagi pembela HAM serta berkontribusi pada kerusakan lingkungan dan sosial."
Di sisi lain, militer Pakistan justru makin gencar menggaungkan potensi negara itu sebagai pusat mineral dan logam tanah jarang. Kepala militer Pakistan bahkan tengah memanfaatkan momentum ini dalam negosiasi tarif perdagangan dengan Presiden AS Donald Trump.
Baca Juga:
PLN Terima Penghargaan ADB atas Implementasi Safeguards Proyek Ketenagalistrikan di Indonesia
Bagi pemerintah Pakistan, Reko Diq sejak lama dipromosikan sebagai pilar utama strategi kebangkitan ekonomi nasional. Namun, perjalanan proyek ini penuh hambatan, mulai dari sengketa hukum, birokrasi yang rumit, hingga perdebatan antara pemerintah pusat dan daerah.
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.