WahanaNews.co | Ashli Babbitt, perempuan asal San Diego, Amerika Serikat (AS), yang tewas ditembak polisi saat menyerbu masuk Capitol Hill, kerap menyuarakan klaim kecurangan Pemilu di akun media sosialnya.
ass="MsoNormal">Seperti Donald Trump, Ashli Babbitt
menyebarkan klaim kecurangan pada Pemilihan Presiden 3 November
2020 itu di Twitter.
Baca Juga:
Benarkah AS Tak Lagi Adidaya? Ini 3 Penyebab Runtuhnya Amerika Versi Warganya Sendiri
"Tidak akan ada yang menghentikan kami, mereka bisa mencobanya lagi dan
lagi tapi badai di sini dan tiba di DC kurang dari 24 jam, dari gelap ke terang,"
cicitnya pada Kamis (7/1/2021) kemarin, sebelum
ia dan ribuan pendukung Trump lainnya mengepung Capitol Hill untuk
mempertahankan kekuasaan Presiden.
Polisi mengidentifikasi Babbitt
sebagai perempuan yang ditembak seorang petugas.
Sebuah rekaman video memperlihatkan
perempuan 35 tahun itu mencoba memanjat jendela pecah di dalam Gedung Kongres.
Baca Juga:
Teror Drone Kamikaze Guncang Pangkalan Irak, Siapa Dalangnya?
Walaupun sejumlah orang yang percaya
pada teori konspirasi terkait virus Corona dan Pemilihan Umum menganggapnya sebagai martir, tapi
Kepala Kepolisian Capitol, Steven A Sund, menilai bahwa siapapun yang terlibat dalam penyerbuan itu telah melakukan "tindakan kriminal berbahaya", bukan lagi ekspresi dari kebebasan
berbicara.
Di media sosial, Babbitt kerap
mengoceh tentang target-target serangan Trump, seperti soal imigrasi, mandat pemerintah menahan penyebaran virus, dan para
kritikus Trump.
Di Twitter,
perempuan tersebut bukan saja menyebarkan pandangan arus utama kelompok konservatif, tapi juga
menyinggung teori konspirasi QAnon.
QAnon adalah kepercayaan tanpa dasar yang
yakin bahwa
diam-diam Trump sedang memerangi para pemuja setan, pemakan manusia yang menjalankan
kejahatan seksual anak, di dalam pemerintahan.
Babbitt adalah veteran Angkatan Udara, dan mengidentifikasi dirinya sebagai Libertarian.
Ia mendukung Amandemen Kedua, hak
warga negara Amerika menyimpan dan memiliki senjata api.
Ia kerap mengunggah kembali klaim
kecurangan pemilu yang disampaikan Trump dan pendukung-pendukungnya yang paling
ekstrem.
Video yang ia unggah di internet
menunjukkan bagaimana ia mencela kaum imigran, melalui berbagai
konten yang kadang tak senonoh.
Babbitt juga memandang kebijakan
pemakaian masker telah menekan kebebasan pribadinya.
Ia menarik kembali dukungan pada
Gubernur California, Gavin Newsom, karena
memberlakukan peraturan pembatasan sosial yang ketat.
Pada Agustus 2016, ia didakwa atas
tuduhan membahayakan orang lain, usai memukul mobil seorang perempuan sebanyak tiga kali dan mengejarnya di jalan atas apa yang ia sebut sebagai sekadar "perselisihan berkendara".
Namun, ia dibebaskan beberapa bulan kemudian. [qnt]