WahanaNews.co | Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) pada Kamis (2/12/2021) menyayangkan sikap yang diambil otoritas China di Laut China Selatan, Laut China Timur, dan Selat Taiwan.
Dikatakan kegiatan China "merusak perdamaian dan keamanan di kawasan itu," dan menekankan perlunya mengelola "persaingan sistemik" dengan Beijing.
Baca Juga:
Pejabat Filipina Serukan Pengusiran Diplomat China Akibat Sengketa Laut China Selatan
Pernyataan itu muncul setelah pembicaraan di Washington antara Wakil Menteri Luar Negeri AS, Wendy Sherman, dan Sekretaris Jenderal European External Action Service (EEAS), Stefano Sannino.
Pengarahan itu juga membahas penindasan etnis minoritas Uighur dan Tibet di China, pengikisan otonomi Hongkong, dan sistem politik demokratis.
Posisi UE di Laut Cina Selatan
Baca Juga:
China dan AS Kembali Pulihkan Saluran Komunikasi Militer
Direktur Jenderal Staf Militer UE, Herve Blejean, mengatakan, diperlukan koordinasi UE-AS yang lebih besar untuk "mengungkapkan keinginan kuat kami membela hukum internasional di laut terhadap kebijakan secara de facto yang telah kami lihat di Laut China Selatan."
Blejean mengatakan, bahwa Prancis adalah kekuatan Pasifik dan negara-negara anggota UE lainnya seperti Jerman, Belanda, dan Denmark menunjukkan minat di kawasan itu.
Prancis mengelola sejumlah wilayah di Pasifik, termasuk Kaledonia Baru yang menolak kemerdekaan dalam referendum tahun lalu, Polinesia Prancis, Kepulauan Wallis, dan Futuna.
Blejean mengatakan, UE dapat mempertimbangkan untuk mendirikan "area kepentingan maritim" di Laut China Selatan, serupa dengan proyek percontohan yang bertujuan untuk lebih mengoordinasikan kehadiran UE di Teluk Guinea, bagian dari Samudra Atlantik.
Proyek lain di Samudra Hindia bagian utara juga sedang dipertimbangkan.
Pembicaraan di Washington terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan China atas Taiwan.
Pada bulan lalu, Presiden China Xi Jinping memperingatkan kembalinya "ketegangan perang dingin," sementara Presiden AS Joe Biden berbicara tentang komitmen AS untuk membela Taiwan.
Beijing telah berusaha untuk meningkatkan dominasinya di Laut China Selatan yang disengketakan, di mana beberapa negara, termasuk China, Filipina, Vietnam, dan Indonesia, memiliki klaim teritorial yang tumpang tindih.
Dalam satu konfrontasi baru-baru ini, penjaga pantai China terlibat dalam insiden yang memblokir dua kapal Filipina.
Pada 2016, Pengadilan Arbitrase di Den Haag memutuskan bahwa sebagian besar klaim China di Laut China Selatan adalah ilegal. [rin]