WahanaNews.co, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut akan terus memerangi musuh tanpa senjata yang disuplai Amerika Serikat (AS), meski hanya menggunakan dengan kuku-kuku jari.
Pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, merupakan respons atas ancaman Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, kepada Israel. Biden mengancam akan menghentikan suplai senjata ke Israel jika tentara Zionis tersebut melakukan invasi besar-besaran ke Rafah, Jalur Gaza.
Baca Juga:
Serangan Militer Israel Terus Berlanjut, 77 Tewas di Gaza Meski Gencatan Senjata Diumumkan
Menanggapi ancaman tersebut, Netanyahu menyinggung bagaimana Israel dapat memenangkan perang pada tahun 1948 meskipun tanpa senjata.
"Selama Perang Kemerdekaan 76 tahun yang lalu, kami hanya sedikit melawan banyak pihak. Kami tidak memiliki senjata, ada embargo senjata terhadap Israel, tetapi dengan kekuatan jiwa, keberanian, dan persatuan di dalam diri kami - kami menang," katanya, seperti dikutip dari Times Of Israel.
Netanyahu menyebut hal serupa juga akan dilakukan negaranya saat ini. Ia menyatakan bahwa Israel akan tetap berperang meski hanya menggunakan kuku jari.
Baca Juga:
Aktris Jamie Lee Curtis Sebut Kebakaran Los Angeles Mirip Genosida di Gaza
"Hari ini kami jauh lebih kuat," ujar Netanyahu.
"Kami bertekad dan kami bersatu untuk mengalahkan musuh kami dan mereka yang berusaha menghancurkan kami... Jika perlu, kami akan bertempur dengan kuku-kuku jari kami. Namun, kami memiliki lebih dari sekadar kuku," tambahnya.
Juru Bicara militer Israel (IDF), Laksamana Muda Daniel Hagari, menyatakan bahwa pasukannya memiliki persenjataan yang cukup untuk melaksanakan misi di Rafah.
"IDF memiliki persenjataan untuk misi-misi yang direncanakan, termasuk misi di Rafah. Kami memiliki apa yang kami butuhkan," katanya.
Rafah menjadi fokus utama invasi Israel di Jalur Gaza dalam beberapa waktu terakhir, setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menghadapi tekanan yang semakin besar dari sayap ekstrem koalisinya untuk meluncurkan operasi darat skala penuh di kota tersebut untuk menumpas Hamas.
Operasi IDF di Rafah sendiri sejauh ini terbatas pada pinggiran timur kota dan perbatasan dengan Mesir. Namun, warga Palestina tampak mulai meninggalkan tenda-tenda pengungsian di Rafah dalam jumlah besar selama tiga hari terakhir, seiring dengan ancaman serangan besar dari Israel.
Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) memberikan dukungan yang tidak terlalu besar terhadap operasi IDF di Rafah.
Pada Rabu (8/5), AS telah mengonfirmasi penundaan pengiriman bom seberat 900 dan 225 kilogram, karena khawatir IDF dapat menggunakannya di Rafah yang padat penduduk.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]