Jadi masyarakat berpikir perlu memberontak terhadap siapapun yang menentang Amerika.
Dalam konteks invasi Rusia-Ukraina, orang-orang tampaknya dengan cepat sampai pada kesimpulan perlumendukung Rusia lantaran berselisih dengan Amerika Serikat.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
"Kecenderungan masyarakat kita, setelah masa perang melawan terorisme, perang Irak, masyarakat lebih anti-Amerika dan anti-Barat," ungkap Radit, melansir CNN Indonesia.com, Selasa (21/2/2024).
"Kalau begitu narasi jadi mudah sekali dibuat, 'oh ini anti-Barat jadi kita harus dukung Rusia'. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, di banyak negara China, India, di Malaysia juga berpandangan seperti itu," lanjutnya.
Radit mengungkapkan masyarakat Indonesia sulit untuk memandang bahwa konflik yang terjadi hari ini adalah antara Rusia dan Ukraina. Publik seakan melihat persoalan ini antara Rusia dan Barat.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Sosok Presiden Rusia Vladimir Putin juga memperkuat sentimen masyarakat Indonesia yang lebih menyukai karakter pemimpin kuat dan tegas.
"Soal sosok Putin, kita (masyarakat Indonesia) itu senang dengan yang gagah, yang tegas. Jadi maunya pemimpin nasionalis," ujar Radit.
Masyarakat, menurut Radit, cenderung melihat sosok Putin memiliki citra yang sama seperti Presiden Pertama RI Soekarno, serta tokoh militer Prabowo Subianto.