Hal itu juga, kata Radit, menjadikan masyarakat Indonesia melihat sosok Putin lebih gagah dan tegas ketimbang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang merupakan mantan komedian.
"Yang muncul, Putin adalah mantan intelijen. Sementara, Presiden Ukraina komedian. Seakan-akan kalau mantan intelijen bisa jadi pemerintah, sedangkan komedian jadi presiden kan dianggap negaranya enggak benar," ungkap Radit.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Sentimen agama juga mendasari dukungan publik Indonesia terhadap Rusia. Seperti diketahui, kanal media dan publikasi Rusia kerap menampilkan citra yang bersahabat dengan Islam beberapa tahun terakhir.
Salah satunya, Putin mengangkat tokoh muslim Ramzan Kadyrov sebagai Presiden Chechnya, negara bagian di Rusia. Nama Ramzan begitu masyhur di kalangan Muslim, seiring sorotan media, termasuk media Indonesia. Hal itu berdampak positif bagi Rusia yang dicitrakan bersahabat dengan Islam.
Radit menyebut di sebuah kanal YouTube Indonesia, Rusia juga dipercaya sebagai bangsa Rum yang akan beraliansi dengan Umat Muslim di akhir zaman.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Hal itu diperkuat dengan kelompok Azov neo-Nazi Ukraina yang melumuri pelurunya dengan lemak babi dan akan ditembakkan ke pasukan Chechen Rusia. "Ini narasi yang beberapa tahun lalu sudah ada, dan tidak benar sebenarnya. Pandangan (Rusia adalah bangsa Rum) itu cocoklogi (mengada-ada) saja," kata Radit.
Sebaliknya, Rusia justru memiliki sejarah konflik yang panjang dengan negara Islam. Sebut saja masa invasi Soviet ke Afghanistan pada 1970-an dan perang Chechnya pada 1990-an. Kemudian, pada 2015 lalu militer Rusia juga menyerang Suriah. Hal itu memperkuat bahwa Rusia sebenarnya juga anti-islam.
Rusia gencar melakukan diplomasi dengan memberikan dukungan untuk program Studi Rusia di universitas-universitas di Jakarta dan Bandung. Tiap tahunnya Rusia juga memberikan beasiswa kepada 250-260 mahasiswa untuk belajar ke Rusia.