WahanaNews.co, Jakarta - Imbal hasil surat utang AS melonjak ke tingkat tertinggi dalam beberapa tahun, mengakibatkan pemerintah AS harus membayar bunga pinjaman yang lebih tinggi, dan memberikan tekanan pada anggaran.
Pemerintah AS diperkirakan akan mengeluarkan tambahan pembayaran bunga sebesar US$ 1,1 triliun (setara dengan Rp 17.050 triliun) selama satu dekade ke depan, menurut proyeksi terbaru dari Kantor Anggaran Kongres.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Usulkan Two-State Solution untuk Akhiri Konflik Gaza dalam Pertemuan dengan AS
Biaya bunga ini diperkirakan akan melebihi anggaran pertahanan, yang merupakan salah satu komponen pengeluaran terbesar pemerintah AS.
Hanya Jaminan Sosial dan Medicare yang diantisipasi akan menjadi beban yang lebih besar dibandingkan dengan pembayaran bunga dalam beberapa tahun mendatang.
Peningkatan ini menciptakan kekhawatiran di Wall Street, dimana investor kembali khawatir bahwa percepatan pertumbuhan pinjaman pemerintah oleh kedua partai politik selama bertahun-tahun akan akhirnya memberikan beban pada pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kualitas aset.
Baca Juga:
Gagal Menyentuh Pemilih, Harris Kalah Telak Meski Kampanye Penuh Serangan ke Trump
Meskipun pasar surat berharga AS sendiri belum menunjukkan tanda-tanda tekanan yang signifikan, investor tetap waspada terhadap situasi ini.
Sebelumnya, pandemi covid membuat tingkat suku bunga ultra rendah atau mendekati 0% menjadi pilihan pengambil kebijakan dan memicu lonjakan pinjaman yang menambah utang federal yang meningkat selama bertahun-tahun.
Departemen Keuangan AS meningkatkan penerbitan obligasi hingga secara total mencapai rekor US$ 23 triliun tahun lalu.
Biaya untuk membayar hal tersebut kemudian meningkat karena bank sentral AS the Fed menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam beberapa tahun di atas 5%.
Amerika diperkirakan akan mengeluarkan US$ 870 miliar atau setara dengan Rp 13.485 triliun, yang merupakan 3,1% dari produk domestik bruto, untuk pembayaran bunga tahun ini.
Angka ini hampir dua kali lipat dari rata-rata tahunan sebesar 1,6% PDB sejak tahun 2000. Proyeksi juga menunjukkan bahwa biaya bunga diestimasi mencapai 3,9% dari PDB pada tahun 2034.
Dengan meningkatnya biaya bunga, pemerintah harus menerbitkan lebih banyak utang untuk membayar pemegang obligasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan pengeluaran bunga dan mendorong peningkatan penerbitan.
Menurut CBO, utang pemerintah federal diproyeksikan akan meningkat dari US$ 26 triliun (Rp 403.000 triliun) pada tahun 2023 menjadi US$ 48 triliun (Rp 744.000 triliun) pada tahun 2034, lebih dari delapan kali lipat jumlah utang pada tahun 2008.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]