"Dulu, kami bisa memperoleh beras, lentil, dan tepung dalam jumlah cukup untuk melayani kebutuhan masyarakat. Sekarang, kami hanya bertahan dengan sisa stok yang hampir habis."
Sejak 2 Maret, Israel sepenuhnya menutup akses barang dan pasokan ke Gaza, menyusul berakhirnya kesepakatan gencatan senjata tahap pertama yang sempat diberlakukan sejak Januari.
Baca Juga:
Houthi Akui Secara Terbuka Targetkan Kapal Induk AS USS Harry S. Truman di Laut Merah
Namun, rencana untuk melanjutkan gencatan senjata tahap kedua gagal dilaksanakan karena tidak tercapainya kesepakatan antara Israel dan Hamas.
Skaik juga menyinggung beban psikologis yang dialami para sukarelawan maupun keluarga-keluarga pengungsi yang mereka bantu.
“Kami menyaksikan penyebaran malanutrisi di depan mata kami. Jika tidak ada perubahan kebijakan, yang terjadi bukan sekadar kekurangan pangan, tapi bencana kelaparan besar,” tegasnya.
Baca Juga:
Prabowo Bahas Evaluasi Direksi BUMN dan Isu Kemanusiaan Palestina di Istana Merdeka
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan peringatan keras mengenai potensi bencana kemanusiaan besar di Gaza. Laporan PBB menunjukkan bahwa tanda-tanda kelaparan parah kian nyata, khususnya di kalangan anak-anak yang paling rentan.
Meski berbagai lembaga bantuan lokal maupun internasional terus berupaya mengirimkan bantuan, para pekerja kemanusiaan menyatakan bahwa jumlah pasokan dan kapasitas distribusi saat ini sangat jauh dari mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.
Sementara itu, Hamas menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang secara sistematis, dan menyatakan bahwa lebih dari satu juta anak di Gaza mengalami kelaparan setiap hari.