WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, memperingatkan bahwa Teheran kini menghadapi krisis air dan energi paling parah dalam sejarahnya.
Seperti dilaporkan AP News, Sabtu (8/11/2025), Ia mengungkapkan, cadangan air di sejumlah waduk utama telah menurun drastis hingga mencapai titik terendah, situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Baca Juga:
Khamenei Klaim Israel Tak Akan Bertahan Tanpa AS, Respons Zionis Tak Terduga
Krisis tersebut berdampak ganda karena tidak hanya mengancam pasokan air bersih bagi jutaan warga ibu kota, tetapi juga mengganggu produksi listrik dari pembangkit tenaga air.
Pezeshkian menegaskan, bila kondisi kering ini berlanjut hingga akhir November tanpa turun hujan, pemerintah akan terpaksa menerapkan pembatasan pasokan air, bahkan mempertimbangkan langkah evakuasi massal.
“Jika tidak turun hujan di Teheran pada akhir November, kita harus melakukan pembatasan air. Jika tetap tidak hujan, kita harus mengevakuasi Teheran,” kata Presiden Masoud Pezeshkian pada Kamis (6/11/2025).
Baca Juga:
AS Hantam Nuklir Iran, China-Rusia-Korut Siap Bertindak Diam-diam
Menurutnya, situasi semakin mengkhawatirkan karena sejumlah waduk utama kini hanya terisi kurang dari 10 persen kapasitas normalnya.
Sebagai contoh, Waduk Latyan, salah satu dari lima waduk besar penyuplai air bagi ibu kota, kini hanya sekitar 9 persen penuh.
Wakil Menteri Energi Mohammad Javanbakht menggambarkan kondisi tersebut sebagai “kritis”, menegaskan bahwa sistem air dan energi Teheran berada dalam tekanan berat.
Dengan populasi sekitar 9,1 juta jiwa di wilayah kota dan 14,5 juta di provinsinya, Teheran sangat bergantung pada pembangkit listrik tenaga air yang kini tidak dapat beroperasi optimal.
Menurunnya debit sungai dan mengeringnya lahan basah di sekitar ibu kota telah mengurangi kapasitas produksi listrik secara signifikan.
Beberapa pembangkit bahkan terpaksa berhenti beroperasi karena kekurangan air pendingin.
Situasi ini semakin menegaskan kerentanan sistem energi Iran yang masih bertumpu pada tenaga air dan bahan bakar fosil.
Sementara itu, energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin masih menyumbang porsi kecil dari total produksi nasional.
Pezeshkian menyadari bahwa sanksi internasional, keraguan investor, serta minimnya investasi jangka panjang telah menjadi hambatan utama dalam upaya Iran membangun sistem energi yang lebih berkelanjutan dan tahan krisis.
Keterkaitan antara krisis air dan energi kini semakin nyata. Ketika cadangan air terus menurun, produksi listrik dari pembangkit tenaga air pun merosot, sementara pembangkit berbasis bahan bakar fosil menghadapi kendala pendinginan akibat kekeringan.
Jika hujan tak kunjung turun, Teheran terancam menghadapi kelumpuhan energi sekaligus darurat air bersih dalam waktu dekat.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]