Dengan populasi sekitar 9,1 juta jiwa di wilayah kota dan 14,5 juta di provinsinya, Teheran sangat bergantung pada pembangkit listrik tenaga air yang kini tidak dapat beroperasi optimal.
Menurunnya debit sungai dan mengeringnya lahan basah di sekitar ibu kota telah mengurangi kapasitas produksi listrik secara signifikan.
Baca Juga:
Khamenei Klaim Israel Tak Akan Bertahan Tanpa AS, Respons Zionis Tak Terduga
Beberapa pembangkit bahkan terpaksa berhenti beroperasi karena kekurangan air pendingin.
Situasi ini semakin menegaskan kerentanan sistem energi Iran yang masih bertumpu pada tenaga air dan bahan bakar fosil.
Sementara itu, energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin masih menyumbang porsi kecil dari total produksi nasional.
Baca Juga:
AS Hantam Nuklir Iran, China-Rusia-Korut Siap Bertindak Diam-diam
Pezeshkian menyadari bahwa sanksi internasional, keraguan investor, serta minimnya investasi jangka panjang telah menjadi hambatan utama dalam upaya Iran membangun sistem energi yang lebih berkelanjutan dan tahan krisis.
Keterkaitan antara krisis air dan energi kini semakin nyata. Ketika cadangan air terus menurun, produksi listrik dari pembangkit tenaga air pun merosot, sementara pembangkit berbasis bahan bakar fosil menghadapi kendala pendinginan akibat kekeringan.
Jika hujan tak kunjung turun, Teheran terancam menghadapi kelumpuhan energi sekaligus darurat air bersih dalam waktu dekat.