WahanaNews.co | Parlemen Thailand menggelar pemungutan suara untuk memilih perdana menteri (PM) baru pada Kamis (13/07/23).
Pita Limjaroenrat dari Partai Move Forward adalah satu-satunya kandidat yang dinominasikan dalam pemungutan suara parlemen, usai petahana Prayut Chan-o-cha mendadak memutuskan pensiun dari politik.
Baca Juga:
Lokasi Sempat Terdeteksi, 11 Warga Sukabumi Disekap di Wilayah Konflik Myanmar
Dilansir Reuters, meski jadi calon tunggal Pita masih harus melalui "jalan terjal" dan tantangan besar untuk mengamankan setengah dari 749 suara parlemen bikameral dalam pemungutan suara hari ini.
Saat ini aliansi Pita telah menguasai 312 kursi parlemen, Namun untuk mendapatkan 375 suara yang dibutuhkan untuk lolos menjadi perdana menteri, Pita membutuhkan dukungan dari anggota Senat majelis tinggi yang berhaluan konservatif.
Meski demikian, Pita menyatakan bahwa ia akan melakukan yang terbaik untuk memenuhi dukungan dan harapan masyarakat Thailand.
Baca Juga:
ASEAN+3 Tandatangani MoU untuk Perangi Kejahatan Siber Lintas Batas
"Saya akan melakukan yang terbaik untuk menjelaskan kepada para senator yang masih belum yakin. Saya akan menggunakan kesempatan ini untuk mencapai konsensus," ungkapnya.
Pita dan Partai Move Forward dalam kampanyenya menjanjikan reformasi struktural bagi Thailand seperti perubahan pada militer, ekonomi, desentralisasi kekuasaan, bahkan reformasi monarki yang sebelumnya tak pernah tersentuh.
Melansir CNN, kebijakan ini mendapat dukungan besar dari kalangan pemuda di Thailand, yang telah lama berada di bawah bayang-bayang politik otoriter.
Pita menjadi kandidat tunggal dalam pemungutan suara parlemen setelah petahana Prayut Chan-o-cha memutuskan pensiun dari politik hanya beberapa hari sebelum voting.
Dalam pemilu yang digelar 14 Mei lalu, Partai Move Forward dan aliansinya Pheu Thai, sukses mengalahkan partai-partai pro-militer konservatif.
Meski Pita menang dalam pemilu, namun ia belum tentu leluasa menjadi pemimpin Thailand untuk periode berikutnya.
Di Thailand, sebuah partai atau koalisi perlu memenangkan mayoritas 376 kursi di majelis rendah dan tinggi, untuk memilih perdana menteri dan membentuk pemerintahan.
Namun sebagian dari anggota Senat majelis tinggi Thailand saar ini diangkat oleh kekuasaan militer, saat kudeta pada tahun 2014 lalu.[eta]