"Ayah saya lahir di Herat. Dia lulusan Univeritas
Kabul. Setelah lulus, dia menikah dan mulai bekerja di dalam sebuah tim kecil
untuk pemerintahan Afghanistan saat itu. Ketika pasukan Rusia pergi, dan para
Mujahid mengambil kekuasaan, ayah saya mendapat pekerjaan di sebuah LSM,"
tuturnya.
"Saat Taliban bergerak ke Herat, ayah saya punya
kesempatan untuk pergi, tapi ia memilih untuk tetap tinggal. Dia sangat
mencintai pekerjaannya, dan dia mencintai Herat," sambung Friba.
Baca Juga:
Bio Farma Hibahkan 10 Juta Dosis Vaksin Polio untuk Afghanistan
"Hidup berjalan sangat kejam di bawah rezim Taliban.
Ayah saya punya empat anak perempuan yang hak pendidikannya telah dirampas, dan
seorang bayi laki-laki. Tetapi pekerjaan itu bermanfaat, dia punya ambisi,
untuk dirinya sendiri dan untuk kami, dan bekerja dengan hewan-hewan membuat
hidup lumayan," ucap Friba.
Diculik Taliban
Baca Juga:
Afghanistan Kembali Gempa Bumi Berkekuatan 6,3 Magnitudo
"Suatu pagi di pertengahan Juni 1999, ayah saya baru
saja selesai sarapan, dan bersiap untuk pergi bekerja. Dia menatap saya, dan
tersenyum ketika dia menaiki sepeda dan pergi," sambungnya.
Dia mengatakan, beberapa menit kemudian, sejumlah tetangga
mendatangi rumahnya dengan membawa sepeda ayahnya. Mereka mengatakan, Taliban
telah membawanya.
"Saya tak akan lupa wajah ibu saya saat itu. Wajah ibu
membeku karena kaget. Dia meraih tangan adik laki-laki saya yang berusia lima
tahun, lalu lari keluar pintu, putus asa untuk menemukan ayah. Malam harinya
ibu saya kembali, seolah dengan beban di pundaknya," tuturnya.