WahanaNews.co | Amerika Serikat diminta menghentikan transaksi penjualan senjatanya ke Taiwan, ungkap Kolonel Senior Tan Kefei, juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional China.
Menanggapi permintaan untuk mengomentari usulan kesepakatan senjata senilai 108 juta dolar AS atau setara 1,6 triliun dengan Taiwan, Tan mengatakan pada hari Senin bahwa transaksi senjata dan teknologi pertahanan antara AS dan Taiwan sangat melanggar prinsip One China Policy.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Selain itu juga melanggar tiga komunike bersama China-AS, khususnya Komunike 17 Agustus 1982, di mana AS berjanji untuk secara bertahap mengurangi penjualan senjatanya ke Taiwan, demikian dikutip dari laman chinadaily.com.cn, Selasa (19/7/2022).
Tindakan semacam itu adalah campur tangan yang berani dalam urusan internal China, sangat merusak kedaulatan dan keamanan Tiongkok dan sangat membahayakan hubungan antara kedua negara dan militer.
"AS baru-baru ini mengulangi komitmennya kepada China mengenai pertanyaan Taiwan dan mengatakan dengan jelas bahwa mereka tidak mendukung 'kemerdekaan Taiwan'. Namun, tindakannya sangat kontras dengan komitmennya, tidak membawa kredibilitas dan integritas," kata sang juru bicara.
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Dia menekankan bahwa kesepakatan senjata tidak akan menghasilkan masa depan yang cerah, jaminan keamanan atau manfaat bagi Taiwan.
Sebaliknya, kesepakatan semacam itu akan mengakibatkan Partai Progresif Demokratik yang berkuasa di pulau itu dan pasukan "kemerdekaan Taiwan" menggali kuburan mereka sendiri jika mereka menggantungkan harapan pada AS dan mengandalkan senjata untuk mengejar impian mereka tentang "kemerdekaan", kata Tan.
Beijing "tidak ragu-ragu untuk memulai perang" jika Taiwan mendeklarasikan kemerdekaan, menteri pertahanan China memperingatkan mitranya dari AS pada hari Jumat (10 Juni) dan menyatakan bahwa itu merupakan serangan terakhir antara negara adidaya atas pulau itu.