"Sederhananya, kematian terkait Covid-19 dan kematian bersamaan dengan infeksi Covid-19. China telah mengadopsi kriteria kematian kategori pertama sejak 2020," papar Liu.
Liu lantas kembali mengatakan bahwa kondisi saat ini tidak memungkinkan Negeri Tirai Bambu mengetahui angka yang akurat. Kendati demikian, para pejabat kini sedang mendalami jumlah kasus Covid-19 yang sebetulnya di Beijing.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
"Di masa pandemi dan penularan yang cepat, sulit untuk mengatakan dengan tepat berapa tingkat kematian akibat kasus itu," kata Liu.
"Namun China kini sedang mengumpulkan informasi melalui kuesioner dan survei dan akan terus mengungkapkan informasi tentang kematian dan kasus yang parah sesuai dengan prinsip kebenaran, keterbukaan, dan transparansi," ucap dia.
Beberapa waktu belakangan, Beijing menjadi sorotan sejumlah negara. Negeri Tirai Bambu itu terus mencatat lonjakan kasus Covid-19 yang signifikan usai mencabut kebijakan nol-Covid mereka pada 7 Desember.
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Menurut catatan rapat badan kesehatan yang bocor ke media, pada 20 hari pertama Desember setidaknya 250 juta penduduk China diduga terinfeksi virus corona.
Namun, Komisi Kesehatan Nasional (National Health Commission/NHC) merilis angka berbeda. Menurut mereka, selama 20 hari pertama di Desember jumlah kasus di China tercatat 62.592 kasus.
Perbedaan angka itu pun membuat China kian disorot. Apalagi, setelah Beijing kedapatan mengalami kasus kematian yang membludak di sejumlah rumah sakit dan krematorium. Padahal kala itu China cuma mencatat segelintir kasus kematian saja.