Poin ini dianggap bertentangan dengan hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, dan memunculkan pertanyaan mengenai sikap Indonesia dalam sengketa Laut China Selatan.
"Jika CIA datang bertemu seperti ini, biasanya ada indikasi bahwa ada ancaman, apakah Anda bersama kami atau bersama pihak lain," kata Suzie saat diwawancarai Kompas.com pada Rabu (13/11/2024).
Baca Juga:
Peran Penting Indonesia dalam Menangani Konflik Laut China Selatan (LCS)
Suzie mengemukakan bahwa pernyataan tersebut mungkin berkaitan dengan ambisi China untuk membatasi Freedom of Navigation di Laut China Selatan melalui klaim sembilan garis putus-putus (nine dash line), yang tidak diakui secara internasional dan bertentangan dengan UNCLOS 1982.
"Saya menduga CIA ingin memperingatkan Indonesia agar tidak mendukung klaim China terkait nine dash line yang dapat mengancam kebebasan navigasi," jelas Suzie.
Ia juga mempertanyakan alasan Indonesia membuat pernyataan bersama dengan China, mengingat jarak kedua negara cukup jauh sehingga tidak ada wilayah perairan yang tumpang tindih, kecuali salah satu pihak mengklaim wilayah yang melampaui batas hukum internasional.
Baca Juga:
PBB ASEAN Sepakat untuk Tegakkan Hukum Laut 1982
Pengamat Hubungan Internasional dari Unpad, Teuku Rezasyah, menambahkan bahwa kunjungan CIA tersebut kemungkinan memberikan penjelasan terkait pernyataan bersama antara Indonesia dan China.
CIA mungkin ingin memastikan bahwa pihak Indonesia memiliki pemahaman yang jelas mengenai potensi implikasi global dari pernyataan tersebut dan siap mengantisipasi langkah diplomatik China ke depan.
Rezasyah juga menduga bahwa CIA menawarkan kesediaannya untuk memperluas kerja sama intelijen yang sudah ada selama ini.