WahanaNews.co | Finlandia dan Swedia dapat bergabung dengan aliansi NATO dalam hitungan hari.
Langkah itu nantinya akan mengakhiri status non-blok militer yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Baca Juga:
Klaim NATO tentang Bantuan Militer Iran ke Rusia di Ukraina Tak Berdasar dan Bermotif Politik
Dilansir The Guardian, berikut adalah pandangan singkat tentang latar belakang dan implikasi dari keputusan kedua negara itu bergabung dangan NATO.
Apa itu NATO?
Baca Juga:
Terpilih Jadi Sekjen NATO, Ini Profil Perdana Menteri Belanda Mark Rutte
North Atlantic Treaty Organisation atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara adalah aliansi militer defensif yang dibentuk pada tahun 1949 oleh 12 negara, termasuk AS, Inggris, dan Prancis, untuk melawan ancaman ekspansi Uni Soviet pascaperang di Eropa.
Jaminan keamanan bersama didasarkan pada pasal 5 perjanjian itu, yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota adalah serangan terhadap semua anggota.
Perjanjian juga mewajibkan negara anggota untuk saling membela jika terjadi agresi bersenjata.
Mengapa Finlandia dan Swedia Belum Jadi Anggota Sebelumnya?
Baik Finlandia dan Swedia menganggap bahwa bergabung dengan aliansi militer akan memprovokasi Moskow.
Karena itu, kedua negara memilih sikap netralitas, dan kemudian non-blok, untuk menghindari permusuhan dengan kekuatan regional utama.
Kekhawatiran Finlandia cukup sederhana.
Negara itu memiliki perbatasan yang sama dengan Rusia sepanjang 1.300 km.
Finlandia telah mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1917 setelah lebih dari satu abad diperintah oleh Moskow.
Tentaranya juga sudah dua kali melawan pasukan Soviet selama perang dunia kedua sebelum akhirnya menyerahkan sekitar 10 % dari wilayahnya.
Perjanjian persahabatan, kerja sama, dan bantuan timbal balik tahun 1948 dengan Rusia mengisolasi Finlandia secara militer dari Eropa barat, meskipun pecahnya Uni Soviet dan keanggotaan UE sejak itu memungkinkannya untuk keluar dari bayang-bayang Rusia.
Sementara itu, oposisi Swedia terhadap keanggotaan NATO lebih bersifat ideologis.
Kebijakan luar negeri Swedia pascaperang berfokus pada dialog multilateral dan perlucutan senjata nuklir.
Swedia telah lama melihat dirinya sebagai mediator di panggung internasional, menurunkan militernya setelah berakhirnya perang dingin.
Kini Swedia telah memperkenalkan kembali wajib militer dan meningkatkan pertahanan sejak Rusia mencaplok Krimea pada tahun 2014.
Namun, sejumlah pihak yang masih curiga terhadap agenda NATO yang dipimpin AS.
Mereka berpendapat bahwa keanggotaan NATO hanya akan meningkatkan ketegangan regional.
Mengapa Sekarang Berubah Pikiran?
PM Finlandia, Sanna Marin, dan PM Swedia, Magdalena Andersson, mengatakan, April lalu, bahwa invasi Rusia ke Ukraina telah mengubah seluruh lanskap keamanan Eropa.
Invasi itu juga telah membentuk pola pikir secara dramatis di kawasan Nordik.
Pada dasarnya, banyak orang Finlandia dan Swedia semakin merasa bahwa bergabung dengan NATO akan membantu mereka tetap aman ketika mereka menghadapi pemimpin Rusia yang suka berperang dan tidak dapat diprediksi.
Jajak pendapat menunjukkan dukungan publik untuk keanggotaan NATO telah meningkat tiga kali lipat menjadi sekitar 75% di Finlandia dan melonjak menjadi sekitar 60% di Swedia.
Keanggotaan NATO berarti bahwa untuk pertama kalinya Finlandia dan Swedia akan mendapat jaminan keamanan dari negara-negara nuklir.
Apakah NATO Menginginkan Mereka?
Finlandia dan Swedia beralih dari netralitas formal ke non-blok militer pada tahun 1995 ketika mereka bergabung dengan UE.
Mereka sudah menjadi mitra NATO, mengambil bagian dalam latihan dan bertukar intelijen dengan aliansi.
Finlandia sudah memenuhi target belanja pertahanan NATO sebesar 2% dari PDB, sementara Swedia sedang dalam proses.
Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, mengatakan, Finlandia dan Swedia akan disambut "dengan tangan terbuka" jika mereka melamar dan proses aksesi akan cepat, meskipun ratifikasi formal oleh semua anggota aliansi bisa memakan waktu beberapa bulan.
Dari perspektif militer, penambahan angkatan bersenjata Finlandia dan Swedia akan menjadi dorongan besar bagi aset NATO di Eropa utara.
Mereka akan mengisi lubang di pertahanan aliansi dengan menggandakan panjang perbatasannya dengan Rusia dan meningkatkan keamanan dan stabilitas di kawasan Baltik.
Apa Kata Rusia?
Rusia telah berulang kali memperingatkan Finlandia dan Swedia agar tidak bergabung dengan NATO.
Rusia mengatakan "konsekuensi militer dan politik yang serius" dari langkah semacam itu akan memaksa mereka untuk mengambil "langkah pembalasan" untuk memulihkan keseimbangan militer dengan memperkuat pertahanannya di Baltik, termasuk dengan mengerahkan senjata nuklir.
Vladimir Putin melihat NATO bukan sebagai aliansi defensif tetapi sebagai ancaman bagi keamanan Rusia.
Dia menyalahkan NATO karena menghalangi pengambilalihan Ukraina dan menuntut pasukan NATO ditarik dari Eropa timur.
Tidak jelas bagaimana Putin akan merespons jika dia menganggap ekspansi aliansi di Eropa utara sebagai bahaya eksistensial.
Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Presiden, Perdana Menteri, dan Menteri Kabinet Senior Finlandia akan bertemu pada hari Minggu (15/5/2022) untuk membuat keputusan resmi tentang pengajuan lamaran bergabung.
Keputusan positif kemudian akan diajukan ke parlemen untuk disetujui awal pekan depan.
Sementara itu, Sosial Demokrat yang berkuasa di Swedia telah terpecah dalam masalah ini.
Mereka mengadakan konsultasi internal, dengan keputusan yang juga akan jatuh tempo pada hari Minggu.
Partai itu secara luas diprediksi akan mendukung keanggotaan NATO, mengingat mayoritas anggota parlemen yang mendukung.
Media Swedia mengatakan keputusan akhir pemerintah akan dibuat pada hari Senin, dengan aplikasi resmi untuk keanggotaan akan diajukan segera setelah itu.
Banyak analis percaya kedua negara akan mendaftar bersamaan. [gun]