WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali memanas setelah Iran meluncurkan rudal ke Pangkalan Udara Amerika Serikat di Qatar.
Namun alih-alih memicu konfrontasi langsung dengan negara tuan rumah, Presiden Iran Masoud Pezeshkian justru segera menelepon Emir Qatar untuk meluruskan maksud sebenarnya di balik serangan tersebut.
Baca Juga:
Qatar-Gate Bikin Heboh, Pengusaha Israel Rekam Transfer Dana untuk Netanyahu
Komunikasi tingkat tinggi ini membuka babak baru dalam dinamika diplomatik di kawasan yang sudah panas akibat konflik Iran-Israel.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian langsung menghubungi Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani setelah serangan rudal Iran menghantam Pangkalan Udara AS di Al Udeid, Qatar.
Dalam percakapan tersebut, Pezeshkian menegaskan bahwa Iran tidak bermaksud bermusuhan dengan Qatar, melainkan sekadar memberikan balasan atas agresi militer Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Bertolak dari Doha Menuju Amman, Lanjutkan Kunjungan Resmi ke Yordania
"Kami menyadari niat baik Qatar terhadap kami, dan kami menghargai segala bentuk dukungan dan solidaritas Qatar," ujar Pezeshkian pada Selasa (25/6/2025), sehari setelah serangan udara AS yang menyasar tiga lokasi nuklir Iran.
"Menargetkan Pangkalan Udara Al Udeid tidak berarti berhadapan dengan negara tetangga, sahabat, dan saudara kita, Qatar," jelasnya.
Ia menekankan bahwa serangan ke pangkalan militer AS tersebut dilakukan sebagai tanggapan atas partisipasi Washington dalam serangan terhadap wilayah Iran.
"Saat ini, rezim Zionis dan para pendukungnya telah menyadari bahwa Iran bukanlah Gaza, Lebanon, atau Suriah, yang dapat mereka ganggu dengan beberapa serangan untuk mencapai tujuan mereka. Rakyat Iran akan berdiri teguh dan mempertahankan hak-hak mereka yang sah sampai akhir," ujar Presiden Iran itu.
Menanggapi pernyataan Pezeshkian, Emir Qatar menegaskan bahwa negaranya tetap berkomitmen pada upaya menjaga perdamaian di kawasan.
Ia juga menyampaikan bahwa Qatar, baik secara terbuka maupun di balik layar, terus berusaha mencegah eskalasi akibat provokasi yang dilakukan oleh Israel.
"Qatar telah melakukan upaya signifikan, baik secara publik maupun tertutup, untuk menjaga kawasan aman dari provokasi rezim Zionis, termasuk agresinya terhadap wilayah Iran," ujarnya.
Ia menekankan bahwa pangkalan militer AS di Qatar tidak pernah dan tidak akan digunakan sebagai basis untuk menyerang Iran.
"Pada saat yang sama, sembari menghargai seruan dan simpati Anda, saya tegaskan bahwa kami di Qatar melihat gambaran yang lebih besar dan cakrawala yang lebih luas. Di tengah solidaritas rakyat Qatar dengan saudara-saudara mereka di Iran selama agresi militer rezim Zionis, kami berpikir untuk memperdalam dan memperluas hubungan kami di masa mendatang," kata Emir Qatar.
Meski sudah ada komunikasi langsung di level kepala negara, Kementerian Luar Negeri Qatar tetap mengambil langkah diplomatik resmi dengan memanggil Duta Besar Iran di Doha.
"Pelanggaran ini sama sekali tidak sesuai dengan prinsip bertetangga baik dan hubungan dekat antara Negara Qatar dan Iran," tegas Menteri Luar Negeri Qatar, Sultan bin Saad Al-Muraikhi, kepada Duta Besar Iran, Ali Saleh Abadi.
Ia juga menyerukan pentingnya segera kembali ke jalur diplomasi untuk meredakan ketegangan dan menghindari eskalasi yang lebih luas.
Serangkaian ketegangan ini dipicu oleh konflik Israel-Iran yang memanas sejak pertengahan Juni 2025. Israel melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran pada Jumat (13/6/2025), yang kemudian dibalas Iran dengan tembakan rudal ke Tel Aviv, Haifa, dan Yerusalem.
Selanjutnya, Amerika Serikat ikut terlibat dengan menggempur tiga fasilitas utama nuklir Iran, Isfahan, Natanz, dan Fordow, pada Minggu (22/6/2025), menggunakan 14 bom penghancur bunker GBU-57 yang dijatuhkan dari tujuh pesawat pembom B-2 Spirit.
Iran lalu merespons serangan itu dengan meluncurkan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar, Al-Udeid, pada malam berikutnya, Senin, 23 Juni, setelah memberi peringatan lebih dulu kepada Qatar dan AS.
Gencatan senjata akhirnya diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada Selasa (24/6/2025), mengakhiri perang berdarah selama 12 hari.
Iran mencatat sebanyak 610 warga tewas dan 4.746 lainnya terluka akibat serangan, sementara Israel melaporkan 25 korban jiwa dan lebih dari 2.500 luka-luka akibat gempuran balik Iran.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]