WahanaNews.co | Presiden Amerika Serikat (AS), Donald
Trump, dikabarkan berencana balas dendam kepada 10 anggota DPR dari Partai
Republik yang memakzulkannya.
ass="MsoNormal">Trump
pekan ini dimakzulkan untuk kali kedua, atas dakwaan menghasut massa pendukungnya
dalam penyerbuan Capitol Hill, Rabu (6/1/2021).
Baca Juga:
Akhirnya Gedung Putih Akui Penggunaan Senjata Israel di Gaza Langgar Hukum Internasional
Laporan
dari Wall Street Journal yang
dilansir New York Post pada Jumat
(15/1/2021) menyatakan, Trump memanggil para ajudannya dan menanyakan apakah
mereka tahu latar belakang 10 orang dari Republik yang memakzulkannya itu.
"Trump
ingin tahu siapa mereka dan apakah dia pernah berbuat sesuatu ke mereka,"
tulis Wall Street Journal.
Lalu, Presiden
ke-45 AS itu juga disebut ingin tahu siapa yang akan maju melawan mereka di
pemilihan ulang dua tahun lagi.
Baca Juga:
Kompak soal Perlindungan Hewan, China akan Kirim Panda Jumbo untuk AS
Ke-10
orang Republikan itu bergabung dengan Demokrat untuk bersama memakzulkan Trump,
atas tuduhan menghasut pemberontakan yang menghambat sertifikasi kemenangan Presiden
terpilih Joe Biden.
Salah
satunya adalah Liz Cheney dari Wyoming. Dia memang kerap berselisih dengan
Trump tentang kebijakan luar negeri.
Trump
sendiri sempat menyuarakan agar Cheney dicopot, sesaat sebelum kerusuhan Gedung
Capitol terjadi.
Kemudian,
sembilan nama lainnya adalah sebagai berikut: Tom Rice dari South Carolina, John
Katko (New York), Anthony Gonzalez (Ohio), Peter Meijer (Michigan), Adam Kinzinger (Illinois), Dan Newhouse (Washington), Fred Upton (Michigan), Jaime Herrera Beutler (Washington), dan David
Valadao (California).
Trump
diperkirakan akan tetap menjadi figur kuat di Republik meski lengser sebagai
Presiden AS pada 20 Januari nanti.
Pemakzulan
Trump yang kedua juga belum diketahui bagaimana kelanjutannya, dan apakah bisa
dimulai bulan ini.
Ketua
DPR AS, Nancy Pelosi, pada Jumat (15/1/2021), dalam konferensi pers, enggan
mengungkap apakah dia akan mengirimkan resolusi pemakzulan ke Senat segera,
atau menunggu berbulan-bulan agar tidak mengganggu agenda legislatif Biden.
Trump
juga belum memilih pengacara untuk mewakilinya di persidangan Senat.
Ada
teori hukum bahwa sebagai mantan Presiden dia tidak bisa diadili, karena tujuan pemakzulan
adalah pencopotan jabatan. [dhn]