WahanaNews.co | Duta Besar RI untuk Malaysia, Hermono, mengingatkan Malaysia sedang menjadi sorotan dunia internasional karena dituduh melakukan praktik kerja paksa.
Beberapa perusahaan Malaysia bahkan dikenai sanksi ekspor ke Amerika Serikat akibat tuduhan kerja paksa ini.
Baca Juga:
Kapolri Dapat Gelar Panglima Gagah Pasukan Polis dari Kerajaan Malaysia
Kasus kerja paksa diantaranya dalam bentuk tidak membayar gaji, penahanan dokumen, hingga larangan berkomunikasi.
Kasus-kasus larangan seperti itu, disebut Hermono dalam keterangan tertulis, banyak dialami oleh pekerja migran Indonesia (PMI/TKI).
Kasus kerja paksa, tidak hanya terjadi di sektor rumah tangga, tetapi juga di sektor lain seperti perkebunan dan manufaktur.
Baca Juga:
Pelaku Penyandera Bocah di Pospol Pejaten Mau Uang Tebusan dan Seorang Resedivis TPPO
Sesuai catatan KBRI Kuala Lumpur, selama 2021 KBRI berhasil mengembalikan hak gaji PMI sejumlah RM 2.166.890,63 atau lebih dari Rp 7 miliar milik 206 PMI sektor rumah tangga.
Sementara pada 2022 ini, KBRI Kuala Lumpur berhasil menyelamatkan RM 337.270 (Rp 1,1 miliar) dari total 16 gaji PMI yang belum dibayar majikan.
Data tersebut belum termasuk penyelesaian kasus gaji oleh Konsulat Jenderal dan Konsulat Indonesia (KJRI) di Malaysia.
Duta Besar Hermono meyakini sebenarnya masih banyak PMI di Malaysia yang menjadi korban kerja paksa, hanya saja masalahnya tidak semua PMI dapat melaporkan ke KBRI atau KJRI dengan berbagai alasan.
Salah satunya, tidak diizinkan berkomunikasi dan ancaman ditangkap aparat karena tidak memiliki visa kerja yang sah.
“Praktik keja paksa sudah berlangsung bertahun-tahun," kata Duta Besar Hermon, prihatin. [gun]