Kelompok itu mempublikasikan konten secara gratis di Twitter dan YouTube, namun Facebook telah mencap Taliban sebagai "organisasi berbahaya" dan secara rutin menghapus akun dan laman yang dikaitkan dengan kelompok tersebut.
Facebook mengatakan akan terus melarang konten Taliban di platformnya.
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
Kepada BBC, Khosty mengaku bahwa Taliban sulit untuk menyebarkan publikasi mereka di Facebook, sehingga terfokus ke Twitter.
Sebenarnya Departemen Luar Negeri AS sudah memasukkan Jaringan Haqqani sebagai kelompok teroris internasional. Namun pemimpin mereka, Anas Haqqani, dan banyak anggotanya punya akun di Twitter dan masing-masing punya ribuan pengikut.
Tanpa bersedia diungkap identitasnya, seorang anggota tim medsos Taliban kepada BBC mengungkapkan bahwa mereka memutuskan untuk menggunakan Twitter dalam menyebarkan suatu artikel opini dari harian The New York Times yang ditulis oleh Sirajuddin Haqqani, wakil pemimpin Taliban, pada Februari 2020.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
Terkait artikel itu dibuatlah sejumlah akun aktif di Twitter.
"Sebagian besar warga Afghanistan tidak mengerti bahasa Inggris, namun pimpinan rezim Kabul secara aktif berkomunikasi dalam bahasa Inggris di Twitter - karena audiens mereka bukan warga Afghanistan melainkan masyarakat internasional," ujarnya.
"Taliban ingin melawan propaganda mereka dan itulah sebabnya kami juga memfokuskan diri pada Twitter."