Namun, sejak menormalisasi hubungan pada tahun 2020, Israel terus mempertahankan pendudukan ilegalnya di Palestina dan terus memilih pemerintahan paling kanan dalam sejarah pemerintahan sayap kanannya.
Mencegah Israel mencaplok Tepi Barat adalah salah satu alasan yang dirujuk oleh UEA untuk membenarkan keputusannya menormalisasi hubungan dengan Israel.
Baca Juga:
Menhan Prabowo Kunjungi Presiden MBZ di UEA, Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Isu Internasional
Alih-alih menghentikan aneksasi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyerahkan kendali atas Tepi Barat yang diduduki kepada anggota ekstrem sayap kanan dari koalisinya.
Penodaan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir juga menjadi sumber frustrasi UEA.
Melansir Okezone, menjelang pemilu Israel November lalu, Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah Bin Zayed menyatakan keprihatinan tentang meningkatnya pengaruh Ben-Gvir, yang terlihat mengacungkan senjata dan mengancam akan menembak warga Palestina.
Baca Juga:
Dukungan Uni Emirat Arab untuk Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2027
UEA telah mengeluarkan kecaman berulang sejak saat itu atas provokasi oleh menteri Israel.
Hubungan memburuk pada Januari ketika Netanyahu menunda kunjungannya ke Abu Dhabi menyusul kemarahan atas penodaan Masjid Al-Aqsa oleh anggota koalisinya.
Dalam tiga tahun sejak penandatanganan Abraham Accords, dukungan publik untuk normalisasi hubungan dengan Israel menurun tajam di Teluk.