WahanaNews.co | Raksasa teknologi asal Amerika
Serikat, Google, kembali dijatuhi
denda.
Kali
ini pengawas persaingan usaha Prancis (French
Competition Authority/FCA) menjatuhkan denda sebesar 500 juta euro atau
setara dengan Rp 8,59 triliun.
Baca Juga:
Pengguna Gmail Diminta Waspada, Google Keluarkan Peringatan Darurat
Sanksi
denda dari FCA ini merupakan yang kedua kalinya diterima Google pada 2021 ini.
Sebelumnya,
Google didenda oleh FCA sebesar Rp
3,8 triliun pada awal Juni lalu, karena dinilai telah menyalahi regulasi
persaingan usaha yang berkaitan dengan iklan online di Eropa.
Denda
kali ini dijatuhi karena Google
dianggap gagal mematuhi perintah sementara dari regulator Prancis.
Baca Juga:
Putusan Hakim Virginia: Google Terbukti Monopoli Bisnis Iklan Digital
Adapun
perintah yang dimaksud, Google wajib melakukan diskusi dengan
kantor berita atau penerbit di Prancis terkait kompensasi yang harus dibayarkan
perusahaan (remunerasi), atas cuplikan berita online yang muncul di pencarian Google.
Kewajiban
ini menyusul dengan adanya neighbouring
rights (hak-hak terkait) di bawah arahan Uni Eropa.
Neighbouring rights memberikan hak eksklusif kepada
pencipta.
Hak
tersebut bertujuan agar penerbit dan kantor berita mendapatkan imbalan atas
penggunaan konten mereka di platform online,
termasuk Google.
"Ketika
otoritas menetapkan suatu kewajiban bagi sebuah perusahaan, itu harus dipatuhi
dengan cermat, baik dalam semangat dan surat (keputusan). Di sini, sayangnya
tidak demikian," kata Isabelle de Silva selaku Presiden FCA.
De
Silva mengatakan, regulator juga menganggap Google
tidak bertindak dengan iktikad baik dalam negosiasi dengan penerbit atau kantor berita
di Perancis.
Terkait
sanksi ini, Google mengaku kecewa
dengan putusan tersebut, padahal perusahaan sudah berupaya mencapai kesepakatan
dengan kantor berita atau penerbit.
Meski
demikian, Google mengatakan akan
tetap mematuhi sanksi denda tersebut.
"Kami
telah bertindak dengan itikad baik di seluruh proses. Denda ini mengabaikan
upaya kami untuk mencapai kesepakatan, dan kenyataan bagaimana berita bekerja
di platform kami," kata seorang juru bicara Google, sebagaimana dihimpun dari Reuters, Rabu (14/7/2021).
Google mengatakan akan berupaya
menyesuaikan penawaran kompensasi dan selanjutnya mencapai kesepakatan dengan
penerbit atau kantor berita.
Setelah
sanksi denda ini, Google juga
diharuskan mengajukan proposal terkait rencana remunerasi konten berita dari
penerbit atau kantor berita Prancis yang muncul di Google, dalam kurun waktu dua bulan ke depan.
Jika
hal ini tidak juga dilakukan, Google
akan mendapatkan denda tambahan hingga 900.000 euro (kira-kira Rp 15,4 miliar)
per harinya hingga proposal diterima oleh regulator Prancis.
Sudah Buat Kesepakatan
"News Showcase"
Penerbit
berita Prancis seperti Alliance de la
presse d"information generale (APIG), Syndicate
of magazine press publishers (SEPM) dan Agence
France-Presse (AFP) juga menuduh Google
gagal mengadakan pembicaraan dengan mereka untuk menemukan landasan bersama
untuk remunerasi konten berita online
ini.
Padahal,
sebelum dijatuhi denda, Google dengan
APIG telah meneken kesepakatan remunerisasi konten berita di bawah program
"News Showcase".
Berdasarkan
dokumen yang diketahui Reuters, Google disebutkan setuju membayar 76
juta dollar AS (sekitar Rp 1 triliun) kepada 121 penerbit dan kantor berita
lokal maupun nasional yang ada di Perancis, selama tiga tahun ke depan.
Sayangnya,
kesepakatan kompensasi konten berita di bawah program "News Showcase"
ini harus ditunda, dan menunggu keputusan pengawas persaingan usaha Perancis.
Hadapi Hal Serupa di Australia
Adanya
kewajiban memberikan kompensasi kepada penerbit maupun kantor berita yang
konten beritanya muncul di pencarian Google,
juga sebelumnya dihadapi perusahaan di Australia pada Januari lalu.
Bila di
Eropa, Google harus menghadapi neighbouring rights, di Australia Google harus menghadapi Undang-undang
bernama News Media Bergaining Code Law.
UU
tersebut mengharuskan perusahaan teknologi untuk membayar komisi kepada
perusahaan media, untuk setiap artikel berita yang muncul di cuplikan (snippet) dan tautan Google Search, atau yang dibagikan di Facebook.
Mulanya,
Google dan Facebook bersikeras menolak aturan tersebut.
Bahkan,
keduanya mengancam akan hengkang dari Negeri Kanguru.
"Setelah
melihat undang-undang ini secara rinci serta mempertimbangkan risiko keuangan
dan operasional, kami tidak menemukan cara alternatif untuk dapat terus
menawarkan layanan kami di Australia," kata Mel Silva, Wakil Presiden Google Australia dan Selandia Baru
kepada Komite Legislasi Ekonomi Senat Australia.
Google menilai, UU tersebut memiliki konteks yang
sangat luas.
Selain
itu, membayar konten yang muncul di snippet
atau tautan di Google Search akan
merusak sistem kerja web.
Alhasil,
Google meminta legislatif Australia
merevisi undang-undang tersebut agar lebih jelas dan tidak terlalu luas
konteksnya.
Permintaan
tersebut akhirnya dituruti legislator Australia.
Setelah
direvisi, Google akhirnya tunduk
terhadap News Media Bergaining Code Law,
dan sepakat membayar ke perusahaan media milik Rupert Murdoch, News Corporation.
News Corporation menaungi beberapa perusahaan media
internasional ternama yang beroperasi di AS dan Australia, seperti The Sun, The Times, Wall Street
Journal, dan The Australian.
Tidak
disebutkan berapa nilainya. Tapi, dari laporan Guardian,
News Corporation menerima
"pembayaran yang siginifikan".
Kerja
sama ini mencakup program Google News
Showcase yang berlangsung selama tiga tahun ke depan.
Google News Showcase adalah program untuk membantu
organisasi berita menerbitkan dan mempromosikan berita mereka secara online.
Perusahaan
media yang tergabung dalam program tersebut akan mendapat imbalan bayaran atas
keahlian jurnalis mereka.
Selain
itu, ada pula investasi untuk meningkatkan video jurnalisme dan
pengembangan platform berlangganan. [dhn]