Tak hanya itu, pembangunan masif di Yarlung Tsangpo Grand Canyon akan mengancam kawasan yang dianggap "bank genetik" Asia.
Dalam radius beberapa kilometer, ngarai ini menampung perubahan elevasi ekstrem hingga 6.000 meter, menciptakan habitat beragam mulai dari hutan hujan tropis hingga padang alpine. Ilmuwan telah mengidentifikasi lebih dari 4.500 spesies tanaman, termasuk pohon tertinggi di Asia, serta keanekaragaman predator kucing terbesar di dunia seperti macan tutul salju dan harimau Bengal. Gangguan konstruksi skala raksasa dikhawatirkan merusak jaringan ekosistem yang unik ini.
Baca Juga:
PT Basic Internasional Sumatera, Mengajukan Paspor Bagi Karyawan Untuk Pelatihan Ke China
India Siapkan Balasan
Sebagai respons, India menghidupkan kembali rencana lama untuk membangun Bendungan Siang Upper Multipurpose Project (SUMP) di Arunachal Pradesh. Dengan kapasitas 11.000 MW, proyek ini akan menjadi bendungan terbesar India. Pemerintah Delhi menyebutnya sebagai langkah strategis untuk "menjaga aliran alami" dan mengantisipasi risiko banjir dari Tibet.
Namun, langkah balasan ini juga menuai kontroversi di dalam negeri. Aktivis lingkungan memperingatkan bendungan India akan menenggelamkan puluhan desa dan menciptakan dampak ekologis setara dengan proyek China.
Baca Juga:
Tebar Berkah, Proyek Baterai Raksasa Prabowo Ciptakan 35 Ribu Lapangan Kerja
Tensi Air Asia Selatan Memanas
Pembangunan bendungan raksasa ini muncul di tengah rapuhnya diplomasi air Asia Selatan. India baru saja menangguhkan perjanjian 65 tahun berbagi air Sungai Indus dengan Pakistan. Sementara itu, Perjanjian Air Gangga dengan Bangladesh akan segera berakhir tahun depan di tengah tudingan pelanggaran oleh India.
Kini, ketidakpastian juga menghantui Brahmaputra karena tak ada perjanjian internasional yang mengatur aliran sungai ini. Para analis memperingatkan, melemahnya diplomasi air bisa memperluas konflik di kawasan, dari Himalaya hingga Teluk Benggala.