WAHANANEWS.CO, Jakarta - Tentara Israel kembali memancing amarah dunia setelah insiden berdarah terbaru mengguncang Gaza tepat saat harapan damai baru saja merekah.
Sedikitnya sembilan warga Palestina tewas ditembak ketika mencoba kembali ke rumah mereka di wilayah utara Kota Gaza dan selatan Khan Younis pada Rabu (15/10/2025) menurut laporan Al Jazeera yang menyebut bahwa peristiwa ini menjadi pelanggaran besar pertama sejak gencatan senjata diberlakukan.
Baca Juga:
Prabowo Tiba di Jakarta Usai Hadiri KTT Perdamaian dan Penghentian Perang Gaza
Jumlah korban itu meningkat dari laporan awal yang mencatat lima warga Palestina tewas akibat tembakan pasukan Israel ketika mereka bergerak mendekati daerah yang selama ini dikuasai militer.
Sumber medis di Rumah Sakit Al-Ahli Arab mengonfirmasi bahwa korban yang pertama dilaporkan tewas merupakan warga Distrik Shujayea yang selama berbulan-bulan menjadi salah satu titik operasi militer paling intensif oleh Israel.
Seorang jurnalis Al Jazeera melaporkan bahwa suara tembakan terdengar sejak pagi saat warga mencoba mendekati wilayah yang ditandai sebagai zona larangan oleh militer Israel.
Baca Juga:
Momen Jabat Tangan dan Pujian Presiden Trump kepada Presiden Prabowo
Militer Israel melalui pernyataannya mengakui telah melepaskan tembakan dengan alasan "untuk menghilangkan ancaman" dari sejumlah orang yang dianggap melintasi garis kuning yang menjadi batas zona penyangga dalam kesepakatan gencatan senjata.
"Pasukan menembak ke arah tersangka yang melintasi garis kuning," bunyi pernyataan militer Israel yang menyebut bahwa individu-individu tersebut dianggap melanggar perjanjian karena mendekati posisi militer mereka di utara Gaza.
Insiden ini menimbulkan keraguan publik apakah gencatan senjata yang baru dimulai sejak Jumat (10/10/2025) benar-benar akan dapat bertahan di tengah kondisi lapangan yang masih sangat rentan.
Perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan Israel mencakup penghentian semua serangan serta kesepakatan pertukaran tahanan, dengan komitmen Israel membebaskan sekitar 2.000 warga Palestina sebagai imbalan atas pemulangan seluruh tawanan Israel, termasuk yang telah meninggal dunia.
Tahap awal perjanjian juga mencakup penarikan pasukan Israel secara bertahap dari garis depan menuju garis kuning yang dianggap sebagai zona penempatan ulang, namun realitas di Gaza menunjukkan bahwa militer Israel masih menguasai wilayah strategis termasuk Shujayea.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahkan membagikan peta yang menunjukkan sekitar 58 persen wilayah Gaza masih berada di bawah kontrol langsung Israel meski status gencatan senjata telah diberlakukan.
Selain konfrontasi dengan Israel, Gaza kini juga menghadapi ancaman dari dalam, di mana dinamika internal memperlihatkan potensi pecahnya konflik baru antara Hamas dan kelompok bersenjata lainnya yang beroperasi di wilayah tersebut.
Isu pelucutan senjata Hamas yang menjadi syarat utama Israel tetap menjadi topik paling sensitif karena hingga kini Hamas belum memberikan komitmen tegas terhadap tuntutan tersebut.
Ketegangan semakin terlihat setelah beberapa kelompok bersenjata Palestina dituding mendapatkan dukungan diam-diam dari Israel untuk melemahkan posisi Hamas menjelang pembahasan lanjutan gencatan senjata.
Pemerintah Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan pada Minggu (12/10/2025) bahwa 27 orang tewas termasuk delapan anggota Hamas dalam bentrokan antara pasukan keamanan Hamas dan milisi bersenjata dari sebuah klan lokal.
Media Palestina juga mencatat bahwa bentrokan susulan kembali terjadi pada Selasa (14/10/2025) di beberapa titik wilayah Gaza yang menandakan gencatan senjata tidak serta-merta menghentikan ketegangan bersenjata.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]