WAHANANEWS.CO, Jakarta - Krisis di Timur Tengah semakin memburuk menyusul serangan udara Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran.
Dampaknya, Iran kini mengambil langkah ekstrem yang bisa mengguncang ekonomi dunia: menutup Selat Hormuz, jalur utama perdagangan minyak global.
Baca Juga:
Loyalis Prabowo Sudaryono Duduki Kursi Komisaris Utama Pupuk Indonesia, Ini Rekam Jejaknya
Parlemen Iran resmi menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz untuk seluruh aktivitas pelayaran.
Langkah ini diumumkan oleh Mayor Jenderal Esmaeli Kowsari dari Komisi Keamanan Nasional Parlemen Iran, Minggu (22/6/2025).
“Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup,” ujar Kowsari dalam siaran televisi Iran Press TV.
Baca Juga:
Bupati Dairi Ikuti Rakor Pengendalian Inflasi Daerah Pekan Ketiga Juni 2025
Meski begitu, keputusan akhir masih menunggu persetujuan dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi, otoritas pertahanan tertinggi Iran yang dikendalikan langsung oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Selat Hormuz adalah jalur laut vital yang dilalui hampir seperempat dari seluruh pengiriman minyak dunia.
Penutupan selat ini dipandang luas sebagai ancaman paling efektif dari Iran untuk melawan tekanan negara-negara Barat.
Presiden AS Donald Trump pada hari yang sama mengonfirmasi bahwa militer AS telah menyerang tiga fasilitas nuklir utama Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Serangan ini merupakan kelanjutan dari eskalasi militer setelah Israel, dengan dukungan Washington, menggempur Iran lebih dulu pada Jumat (13/6/2025).
Akibat rentetan serangan ini, ratusan korban jiwa telah jatuh. Iran melaporkan 430 warganya tewas dan lebih dari 3.500 luka-luka akibat serangan Israel, sementara Israel mengklaim 25 warganya tewas akibat rudal balasan dari Teheran.
Langkah Iran untuk menutup Selat Hormuz menjadi perhatian dunia.
Penutupan selat tersebut dapat menyebabkan harga minyak global melonjak dan memicu ketegangan serius dengan Armada Kelima Angkatan Laut AS yang bermarkas di kawasan Teluk.
Menurut para analis, harga minyak diperkirakan akan naik sebesar 3 hingga 5 dolar AS per barel pada awal pekan.
Namun jika Iran membalas lebih keras, misalnya dengan serangan fisik atau siber terhadap infrastruktur Barat, lonjakan harga bisa jauh lebih tajam.
“Jika selat ditutup dan pasokan terganggu, dunia akan melihat gejolak besar pada pasar energi global,” kata salah satu analis energi.
Para pakar keamanan juga mengingatkan bahwa Iran yang sedang terdesak bisa menggunakan taktik-taktik asimetris, seperti sabotase, terorisme regional, atau bahkan serangan siber skala besar.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]