WahanaNews.co | Guinea Khatulistiwa telah melakukan penahanan kepada enam personel
militer Prancis yang tengah berada di Bandara Bata pada Kamis (29/7/2021).
Keenam personel militer tersebut
diketahui sedang mendarat di Guinea Khatulistiwa untuk mengisi bahan bakar
helikopter yang ditumpanginya.
Baca Juga:
Indonesia Takkan Diamkan Ancaman Kemanusiaan Kapal Selam Nuklir
Tindakan ini terkait dengan penolakan
Prancis atas pengajuan banding kepada Wapres Guinea Khatulistiwa, Teodoro Nguema Obiang Mangue.
Bahkan, pada
minggu lalu, ia juga sudah mendapatkan sanksi dari Inggris terkait kehidupan
mewahnya yang diduga dari hasil korupsi.
Helikopter Prancis yang ditahan oleh
Guinea Khatulistiwa sudah mendarat di Bandara Bata pada Rabu (28/7/2021) untuk
mengisis bahan bakar.
Baca Juga:
China Ancam Serbu Taiwan, Dampaknya Bisa Lebih Dahsyat dari Perang di Ukraina
Menurut juru bicara militer Prancis,
Kolonel Pascal Ianni, "Mereka
mendarat tepat pada Rabu pukul 14.15 siang karena kehabisan bahan bakar.
Di saat yang sama sejumlah upaya administratif dimulai. Kami sedang
bernegosiasi dengan otoritas lokal. Kita menghadapi insiden seperti yang
terjadi sebelumnya. Mereka menahan helikopter beserta krunya."
Kolonel Pascal Ianni juga menuturkan
apabila enam tentara dalam helikopter tersebut bahkan tidak membawa senjata.
Mereka hanya pergi dari Douala di
Kamerun menuju ke pangkalan militer Prancis di Libreville, Gabon.
Namun mereka harus berhenti di Bata
untuk mengisi bahan bakar dan menolak apabila disebut mengusik Guinea
Khatulistiwa, dikutip dari laman Reuters.
Aksi Balasan kepada
Prancis
Penahanan satu helikopter beserta enam personil militer Prancis ini dilakukan persis setelah
Prancis menolak pengajuan banding terkait hukuman kepada Wapres Teodoro Nguema
Obiang Mangue.
Maka tindakan Guinea Khatulistiwa ini
disebut sebagai upaya balasan atas keputusan Prancis.
Pengadilan Paris, pada Februari 2020, sudah menjatuhkan hukuman tiga tahun
penjara dengan penundaan dan denda 30 juta euro serta penyitaan seluruh aset
miliknya.
Sementara pembelian barang-barang
mewah miliknya diduga sebagai bentuk pencucian uang dari hasil korupsi antara
tahun 1997-2011, dilansir dari Africa
News.
Dilaporkan dari Africa News, menurut keterangan dari radio milik negara, TVGE,
memberikan klaim bahwa helikopter Prancis tersebut mendarat tanpa adanya izin
resmi.
Bahkan, TVGE
menyebutkan, "Otoritas Guinea Khatulistiwa tidak pernah mengotorisasi
pendaratan, sehingga bisa saja insiden militer ini adalah bentuk operasi
spionase dan provokasi dari Paris."
Di sisi lain, pihak Prancis mengatakan
bahwa militer Prancis sudah memiliki otorisasi dan diperbolehkan untuk mendarat
di Guinea Khatulistiwa demi kepentingan pengisian bahan bakar.
Kolonel Pascal Ianni juga berkata,
"Kami berhenti secara reguler di Bata, tapi kami juga selalu mendapat
masalah koordinasi dengan Bandara Bata. Menara kontrol kerap membatasi izin
untuk mendarat."
Helikopter milik militer Prancis
tersebut merupakan model Fennec yang
tidak dipersenjatai dan hanya digunakan untuk membawa logistik antara pusat
ekonomi Kamerun di Douala dan ibu kota Gabon, Libreville, yang menjadi lokasi
pangkalan militer Prancis, dikutip dari laman France24. [dhn]