Pilpres AS 2024 mencerminkan masyarakat yang terpecah, dengan pilihan antara dua kandidat yang memiliki pandangan sangat berbeda.
Trump, mantan presiden AS, menampilkan retorika keras dalam upayanya untuk masa jabatan kedua, yang menjadikannya kandidat tertua dari partai besar dan mantan narapidana yang mencalonkan diri.
Baca Juga:
Minta Transparan Kondisi Kesehatan, 238 Dokter-Nakes AS Desak Donald Trump Rilis Rekam Medis
Harris (60), yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden, berhasil naik dalam bursa kandidat Demokrat setelah Presiden Joe Biden mundur dari pencalonan pada Juli.
Harris berharap isu aborsi akan menjadi topik yang merugikan Trump, terutama bagi pemilih perempuan, sementara Trump berfokus pada isu imigrasi dan ekonomi serta menjuluki Harris sebagai "musuh dari dalam".
Keduanya melakukan kampanye maraton di negara bagian penentu dengan berbagai strategi, termasuk tampil di podcast dan acara TV populer.
Baca Juga:
Kurang dari Sebulan Pilpres AS, Kamala Harris Unggul Tipis dari Trump
Di hari-hari terakhir, Trump menyampaikan pernyataan kontroversial, menyebut saingannya "IQ rendah" dan mengindikasikan penyesalannya meninggalkan Gedung Putih setelah kekalahan di 2020.
Setelah bulan-bulan penuh ketegangan, sejumlah petugas pemilu kini memiliki tombol panik sebagai langkah darurat, dan beberapa negara bagian seperti Oregon, Nevada, dan Washington mengerahkan Garda Nasional sebagai antisipasi.
Dengan survei yang semakin menguntungkan, Harris optimis saat kampanye di Michigan pada Minggu, dan menargetkan pemilih Arab-Amerika yang kecewa pada kebijakan AS di Gaza.