Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan tidak "memiliki informasi atas apa yang diberitakan sebagai komunikasi diplomatik" tersebut.
Faizasyah juga mengatakan "komunikasi diplomatik pada umumnya bersifat tertutup (rahasia) antar negara, sehingga tidak bisa diungkapkan ke publik sebelum masa berlaku kerahasiaannya berakhir atau kadaluarsa."
Baca Juga:
Petinggi Militer Negara ASEAN Sepakati Latihan Bersama di Natuna Utara
Namun, menanggapi laporan itu, anggota Komisi 1 DPR dari Partai Nasdem, Muhammad Farhan, mengatakan, Indonesia tak akan menghentikan pengeboran dan menyarankan agar Indonesia memperbanyak eksplorasi pengeboran maupun perikanan di Natuna.
Farhan juga mengatakan pihaknya mengetahui adanya nota diplomatik dari China ketika ada laporan dari Badan Keamanan Laut (Bakamla) mengenai "rasa terancamnya" para kru di lokasi pengeboran minyak dan gas di lepas pantai Natuna.
Pasalnya sejumlah kapal keamanan China termasuk kapal survei yang melakukan penelitian ilmiah di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia "sudah menyentuh landas kontingen Indonesia", menurut Farhan.
Baca Juga:
Bakamla RI Gelar Rapat Perdana Tim Pelaksana Forum KKPH 2023
Komisi 1 DPR yang mengurusi pertahanan dan luar negeri, kata Farhan, mempertanyakan sikap pemerintah.
"Dalam pendalaman itu terungkaplah China pernah mengirim surat protes. Ada dua surat protes diplomatik yaitu latihan bersama Garuda Shield dan protes keberadaan drilling [pengeboran] itu," ujar Muhammad Farhan kepada BBC News Indonesia, Kamis (2/12/2021).
Farhan mengaku tidak mengetahui persis tanggal dua surat itu dikirim karena nota diplomatik hanya boleh dibuka dan dilihat oleh pihak yang memiliki kewenangan diplomatik.