Selama periode waktu yang sama, China juga telah menjadi salah satu pengekspor kendaraan udara tak berawak (UAV) bersenjata terkemuka di dunia, umumnya dikenal sebagai drone, dengan pelanggan termasuk Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
“Banyak UAV diekspor ke Teluk karena Kongres AS melarang banyak negara membelinya dari AS karena masalah hak asasi manusia, dan China segera mengisi celah itu,” kata Yin.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
3. Latihan Perang yang Konsisten
Tentara China sebetulnya tidak memiliki pengalaman tempur kontemporer.
“Tahun 1979 ketika China terakhir kali terlibat dalam konflik dunia nyata – dan itu terjadi di Vietnam,” jelas Shi Yang, analis militer China berbasis di Beijing. “Tanpa berperang nyata, beberapa orang mungkin berpendapat bahwa [PLA] mungkin tidak dapat memenuhi harapan," tuturnya.
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Sebagai solusi, militer masih menyelenggarakan berbagai latihan yang menyerupai pertempuran nyata. Mereka kerap melakukan simulasi seperti pengepungan Taiwan hingga latihan perang bersama anggota aliansinya.
“Kekuatan militer tentara China dalam konflik modern sebagian besar akan bergantung pada teknologi, yang telah dengan mantap bergerak menuju arah yang benar,” kata Shi.
4. Mengadopsi Sistem Komando Militer AS