Di hari yang sama dengan dirilisnya laporan ISG tersebut, Bush di hadapan massa kampanye di Pennsylvania, membela keputusannya menginvasi Irak.
“Ada risiko, risiko yang sesungguhnya, bahwa Saddam Hussein akan memberikan senjata atau bahan atau informasi kepada jaringan teroris, dan di dunia pasca-11 September, itu adalah risiko yang tidak bisa kita kesampingkan,” ujarnya seperti dikutip CNN.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Tetapi Blix mengatakan, Al Qaidah, kelompok yang diyakini berada di balik serangan teroris 11 September 2001 di New York dan Washington, tidak ada di Irak sebelum invasi pimpinan AS dilancarkan.
“Perang ini ditujukan untuk mengenyahkan senjata pemusnah massal, tetapi tidak ada (senjata pemusnah massal). Perang ini ditujukan untuk mengenyahkan Al Qaidah di Irak, tapi kelompok teroris itu tidak ada di negara itu hingga setelah invasi (AS).”
Saddam Hussein ditangkap pasukan AS di dekat kota Tikrit pada 13 Desember 2003. Pada 5 November 2006, mantan diktator itu dijatuhi hukuman gantung oleh pengadilan. Pada 30 Desember 2006, Saddam dieksekusi.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Korban Jiwa akibat Invasi AS
Iraq Body Count memperkirakan, hingga 10 Maret 2022, sekitar 288.000 orang tewas dalam aksi kekerasan di Irak menyusul invasi pimpinan AS yang dimulai pada 2003. Dari jumlah tersebut, antara 186.143 dan 209.349 orang adalah warga sipil.