WahanaNews.co| Badan Energi Atom
Internasional (IAEA), Selasa (6/7/21)mengatakan, Iran telah memulai proses
produksi logam uranium yang diperkaya.
IAEA menyampaikan, bahwa hal tersebut
dapat membantu Iran untuk mengembangkan senjata nuklir, dan tiga kekuatan Eropa
mengatakan mengancam untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran tahun
2015.
Baca Juga:
China Ancam Serbu Taiwan, Dampaknya Bisa Lebih Dahsyat dari Perang di Ukraina
Langkah-langkah Iran, yang dikatakan
Taheran ditujukan untuk mengembangkan bahan bakar untuk reaktor penelitian,
juga mendapat kritik dari Amerika Serikat, yang menyebut mereka sebagai "langkah
mundur yang disayangkan".
Pejabat AS dan Eropa menjelaskan bahwa
keputusan Iran akan memperkeruh dan berpotensi torpedo, pembicaraan secara
tidak langsung antara AS-Iran berusaha membawa kedua negara kembali mematuhi
kesepakatan 2015, yang ditinggalkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.
Kesepakatan itu memberlakukan pembatasan
pada program nuklir Iran untuk mempersulit Taheran mengembangkan bahan fisil
untuk senjata nuklir dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi. Setelah Trump
tidak lagi menjabat, Iran mulai melanggar banyak batasannya.
Baca Juga:
Nuklir Hipersonik Baru Korea Utara 5 Kali Kecepatan Suara, Bisa Hantam Pangkalan AS Dalam Hitungan Menit
IAEA dalam sebuah pernyataan mengatakan,
"Hari ini, Iran memberi tahu bahwa UO2 (Uranium Oksida) yang diperkaya hingga
20% U-235 akan dikirim ke laboratorium R&D di pabrik pembuatan bahan bakar
di Esfahan, di mana ia akan diubah menjadi UF4 (Uranium Tetrafluorida) dan
kemudian ke logam uranium yang diperkaya hingga 20% U-235, sebelum
menggunakannya untuk memproduksi bahan bakar".
Tiga Kekuatan Eropa (E3), Inggris,
Prancis, dan Jerman pada Selasa, (6/7/2021)mengatakan, bahwa mereka memiliki "keprihatinan
besar" dengan keputusan Iran, serta mendesak Iran untuk menghentikan semua
langkahnya yang melanggar kesepakatan nuklir yang secara resmi bernama Rencana
Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA).
"Iran tidak memiliki kebutuhan sipil
yang kredibel untuk R&D dan produksi logam uranium, yang merupakan langkah
kunci pengembangan senjata nuklir," kata ketiga negara tersebut dalam
pernyataan bersama yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Inggris.