WahanaNews.co | Eksekusi cabut nyawa di luar hukum, penahanan tanpa pengadilan, penyiksaan, kelaparan, pemerkosaan, dan aborsi paksa merupakan aksi brutal yang sering dialami para narapidana di penjara Korea Utara.
Melansir CNN, organisasi nirlaba Korea Future telah mewawancarai mantan tahanan dan melihat lebih dekat penyiksaan yang dialami para korban.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Di antara para korban, Korea Future menyoroti tiga orang yang ditangkap karena melintasi perbatasan dan membelot.
Korban pertama terpaksa melakukan aborsi saat hamil tujuh bulan. Parahnya, korban hanya diberi 80 gram jagung per hari. Alhasil, berat badannya turun dari 60 kg menjadi 37 kg dalam sebulan.
Korban lainnya harus bertahan hidup hanya dengan memakan pakan ternak hingga menjadi kurus bahkan dianiaya.
Baca Juga:
Krisis Kelahiran di Korut: Pemerintah Penjarakan Dokter Aborsi dan Sita Alat Kontrasepsi
"Saya tidak merasa manusia. Kami tidak bisa bergerak di dalam sel dan harus duduk dengan tangan di samping. Karena kami tidak bisa melihat ke atas, kami hanya bisa melihat ke bawah," kata seorang tahanan. Seorang pria yang selamat yang bersaksi di Korea Future mengatakan dia ditangkap beberapa kali karena membelot. Misalnya pada tahun 2000 dan 2017 ketika mereka mencoba bermigrasi ke China untuk mencari pekerjaan.
Di penjara, dia berkata bahwa dia melihat penjaga memperkosa narapidana wanita, memukuli, dan memerintahkan mereka berjalan seraya berlutut.
Mantan narapidana itu mengatakan para narapidana sebanyak lima orang ditahan di satu ruangan berukuran 6,6 meter persegi tanpa pemanas bahkan saat musim dingin Korut yang mencapai minus 23 derajat Celcius.
Selain para narapidana yang ditahan karena pembelotan maupun kejahatan lainnya, Korea Utara juga dikenal memiliki penjara politik yang disebut 'kwalliso'.
Di kwalliso, orang-orang yang berbeda pendapat dengan rezim Kim Jong Un dijebloskan ke dalam penjara politik.
Diduga hingga kini ada 120 ribu orang yang ditahan di kwalliso, bahkan puluhan ribu orang telah tewas karena kekejaman di penjara tersebut.
"Tujuan dari sistem hukuman di Korut adalah untuk mengisolasi orang-orang dari lingkungan masyarakat, terutama yang bertentangan dengan penegakan otoritas tunggal Pemimpin Tertinggi, Kim Jong Un," tulis laporan itu.
"Para tahanan dididik ulang melalui kerja paksa, instruksi ideologis, dan hukuman brutal dengan tujuan untuk memaksa kepatuhan dan kesetiaan kepada Pemimpin Tertinggi," lanjut laporan tersebut.
Melansir CNN Indonesia, Perwakilan UN Human Rights Office di Seoul, James Heenan, mengatakan banyak pembelot Korut tidak menyadari yang mereka alami adalah pelanggaran HAM.
Sehingga menurutnya, hal pertama yang perlu disadari para mantan narapidana bahwa apa yang mereka alami selama ini adalah penyiksaan.
"Terkadang mereka berpikir, mereka dipukuli dan disiksa karena pantas mendapatkannya. Jadi masalahnya pengetahuan tentang hak asasi manusia adalah kuncinya," ungkap Heenan. [ast/eta]
Para narapidana ini ditahan secara sewenang-wenang, mendapat perlakuan buruk dari segi kesehatan, makanan bahkan sanitasi, bahkan mengalami pembunuhan di luar hukum.
Heenan mengatakan situasi di fasilitas-fasilitas penahanan Korut adalah salah satu contoh paling mengerikan dari pelanggaran HAM.
"Inilah yang disimpulkan oleh Komisi PBB bahwa hal-hal seperti penyiksaan dan perlakuan buruk yang terjadi di fasilitas tersebut mencapai tingkat kejahatan terhadap kemanusiaan," pungkasnya.
Korea Utara selalu menyangkal tuduhan atas pelanggaran hak asasi manusia baik itu di penjara maupun tempat-tempat lainnya.
Menurut Korut, tuduhan-tuduhan itu hanyalah cara Amerika Serikat untuk menekan Pyongyang.
"Bahwa negara seperti itu (Amerika Serikat) mempermasalahkan situasi HAM negara lain memang merupakan ejekan dan penghinaan terhadap hak asasi manusia itu sendiri," tulis pernyataan Korut beberapa waktu lalu.