Beberapa saat setelah pengumuman tersebut, suara tembakan terdengar di pusat ibu kota, Libreville.
Warga pun turun ke jalan untuk merayakan berakhirnya pemerintahan Bongo, mereka menyanyikan lagu kebangsaan bersama dengan tentara.
Baca Juga:
Soal Isu Khianati Gus Dur, Cak Imin Buka Suara
Jika berhasil, kudeta ini akan menjadi yang kedelapan terjadi di kawasan Afrika Barat dan Tengah sejak tahun 2020.
Kudeta-kudeta di negara-negara seperti Mali, Guinea, Burkina Faso, Chad, dan Niger telah mengganggu perkembangan demokrasi dalam beberapa tahun terakhir.
Situasi di Gabon menjadi semakin tegang mengingat adanya kekhawatiran terhadap potensi kerusuhan pasca pemilihan presiden, parlemen, dan legislatif yang diadakan pada hari Sabtu.
Baca Juga:
Negara di Benua Afrika Banyak Alami Kudeta, Ini Penyebabnya
Pemilihan tersebut menjadi saksi dari persaingan antara Bongo yang berusaha memperpanjang kepemimpinan keluarganya yang telah berlangsung selama 56 tahun, dengan oposisi yang mendorong perubahan di negara yang kaya akan minyak dan kakao namun mengalami kemiskinan akibat berbagai bencana yang terjadi.
Menurut Pusat Pemilihan Umum Gabon, dalam proses pemilihan yang mengalami keterlambatan, Bongo berhasil memperoleh 64,27 persen suara, sedangkan penantang utamanya, Albert Ondo Ossa, mendapatkan 30,77 persen suara.
Sebelumnya, pihak oposisi mengklaim bahwa pemilu tersebut merupakan "penipuan yang diatur oleh Ali Bongo dan para pendukungnya," terutama setelah akses internet terputus dan jam malam diberlakukan.