Buruknya kinerja keuangan perusahaan ditengarai antara lain disebabkan korupsi. Suhail Mukhtar, seorang fungsionaris serikat buruh lokal, mengklaim PIA pernah terbukti membeli pesawat dengan harga yang sudah digelembungkan.
Pembelian pesawat dari Sri Lanka itu mencatatkan biaya senilai USD 7.500 per jam terbang bagi PIA, ketimbang USD 4.500 per jam seperti yang lazimnya dibayarkan maskapai lain. "Kami membeli dua pesawat dengan harga ini, yang menciptakan kerugian senilai 17 sampai 18 miliar Rupee (USD 64 juta)."
Baca Juga:
29 Orang Meninggal Akibat Cuaca Hujan dan Badai Petir di Pakistan
Qais Aslam, pakar penerbangan Pakistan, mengatakan kehancuran PIA berawal ketika pengusaha swasta berkoneksi politik yang "ingin mendirikan maskapai pribadinya sendiri, diangkat ke jajaran eksekutif PIA," oleh pemerintah. "Akibatnya, PIA hancur dan maskapai mereka kini untung."
Pengetatan anggaran negara
Shahid Mahmud, seorang ekonom di Islamabad, menilai perusahaan negara seperti PIA sering dimanfaatkan pemerintah dan militer untuk menempatkan orang-orang kepercayaan.
Baca Juga:
Asif Ali Zardari Terpilih Sebagai Presiden ke-14 Pakistan dalam Pemilu 2024
"Akibatnya, keuangan perusahaan mengalami pendarahan. Sebab itu harus diprivatisasi," tuturnya.
Menteri Privatisasi Pakistan, Fawad Hasan Fawad, menepis tuduhan korupsi di balik langkah penjualan perusahaan negara. Dia mengklaim, setiap tahap privatisasi dilakukan oleh bank internasional dan sebabnya menjamin keterbukaan maksimal.
"Pakar-pakar valuasi aset perusahaan tidak berada di bawah kontrol pemerintah. Proses penawaran setelah valuasi juga terbuka bagi semua," tuturnya.