Di sisi lain, Taliban
terbukti tangguh dan kompak tidak hanya sebagai organisasi militer, tetapi juga
sebagai gerakan politik.
Karena itu, sejak 2001,
Taliban terus menikmati dukungan rakyat Afghanistan di beberapa wilayah.
Baca Juga:
Taliban: Tugas Wanita Itu Melahirkan, Bukan Jadi Menteri
Selama menjabat sebagai Dubes di Afghanistan, McKinley pun menyadari betapa
beratnya tantangan terhadap strategi AS di negara itu dengan
kenyataan-kenyataan tersebut.
Meski sebagian besar
tujuan AS di Afghanistan tercapai dalam menumpas Al Qaeda
dan mengurangi ancaman terorisme terhadap Negeri
Paman Sam, McKinley menganggap negaranya gagal memberdayakan para pemimpin
Afghanistan supaya bisa berdiri di kaki sendiri dan meremehkan kelompok pemberontak
di negara itu, termasuk Taliban.
"Kami meremehkan
ketahanan Taliban dan kami salah membaca realitas geopolitik di kawasan ini.
Saatnya menerima kenyataan, keputusan menuda penarikan pasukan AS satu atau dua
tahun lagi tidak akan membuat perbedaan di Afghanistan," ucap McKinley.
Baca Juga:
Taliban Izinkan Perempuan Afghanistan Kuliah, Tapi…
Tanggapan senada juga
diutarakan Dosen Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku
Rezasyah.
Menurutnya, AS sudah
terjebak "dalam lumpur 20 tahun penguasaan" atas Afghanistan sehingga
tanpa sadar berbuat banyak kesalahan.
Sebagai contoh, Rezasyah
menganggap pendekatan AS selama ini ke Afghanistan hanya sebatas materi, yakni menggelontorkan triliunan dolar, memberikan
senjata, menggaji pemerintah dan tentara, tanpa membangun integrasi sosial
dengan para elite negara itu.