Pentagon dan pembuat sistem propulsi F-35, Pratt & Whitney, menghentikan pengiriman mesin pada bulan Desember lalu.
Para penyelidik dilaporkan menelusuri masalahnya pada getaran mesin, yang menurut JPO F-35 jarang terjadi dan dianggap sebagai masalah pada F-35 yang baru diproduksi.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Usulkan Two-State Solution untuk Akhiri Konflik Gaza dalam Pertemuan dengan AS
Seorang eksekutif Pratt & Whitney mengatakan kepada wartawan awal pekan ini bahwa para insinyur telah mengembangkan "penyelesaian segera" untuk masalah tersebut dan bahwa beberapa jet tempur perlu dirakit ulang.
Namun, perintah JPO F-35 ini berlaku untuk semua jet tempur siluman generasi kelima tersebut, termasuk yang dipasok ke militer asing. AS telah menjual pesawat itu ke banyak negara, termasuk Israel, Jepang, dan Inggris.
JPO F-35 mengatakan pihaknya berencana untuk bekerja sama dengan dinas militer yang menerbangkan F-35 dan mitra internasional untuk memastikan mereka memahami perintah teknis tersebut. “Keselamatan awak pesawat menjadi perhatian utama JPO,” kata kantor tersebut dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga:
Gagal Menyentuh Pemilih, Harris Kalah Telak Meski Kampanye Penuh Serangan ke Trump
Beberapa anggota Parlemen AS memperkirakan akan menelan biaya USD1,3 triliun untuk menopang armada F-35 negara, sebagian karena keandalan yang buruk.
Diperkirakan rata-rata hanya 30% dari jet tempur F-35 yang mampu melakukan semua misi yang ditugaskan.
Anggota Kongres AS Adam Smith, seorang Demokrat yang duduk di Komite Angkatan Bersenjata, menyebut program F-35 sebagai "lubang tikus".