WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdel Ati, mengungkapkan bahwa sekitar 100 negara akan berpartisipasi dalam konferensi internasional untuk membahas pembangunan kembali Jalur Gaza.
Konferensi tingkat menteri ini dijadwalkan berlangsung bulan depan di Kairo, Mesir, dan akan diselenggarakan bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Baca Juga:
Kunjungan Mendadak Penuh Keakraban, Presiden Prabowo dan Presiden El-Sisi Sambangi Akmil Mesir
“Konferensi ini akan menjadi forum utama untuk membahas kemungkinan pembentukan komite yang bertugas mengelola Gaza dalam jangka waktu tertentu,” ujar Abdel Ati pada Rabu (5/3/2025), seperti dikutip dari kantor berita Mizan.
Dalam tahapan awal rekonstruksi Gaza, Mesir berencana mengubah perumahan sementara menjadi perumahan permanen.
“Setelah tahap awal ini, kita akan mencari dukungan material dan politik dari Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa guna merealisasikan rencana pembangunan kembali Gaza,” tambahnya.
Baca Juga:
Prabowo dan Presiden El-Sisi Sahkan Pernyataan Bersama Kemitraan Strategis Indonesia–Mesir
Rencana ini mencakup berbagai tantangan besar, termasuk pembersihan puing-puing, pengangkatan bom yang belum meledak, serta rekonstruksi infrastruktur vital.
“Negara-negara Arab telah memberikan dukungan terhadap inisiatif ini, yang berdasarkan studi mendalam dari Bank Dunia dan Program Pembangunan PBB (UNDP),” jelas Abdel Ati.
Pembangunan 400.000 Apartemen
Sebagai bagian dari rencana rekonstruksi Gaza, Mesir mengusulkan pembangunan 400.000 apartemen dalam jangka waktu lima tahun tanpa harus memindahkan warga Palestina dari tanah mereka.
The New Arab melaporkan bahwa rencana ini akan dibagi ke dalam tiga tahap utama.
Pada tahap awal yang berlangsung selama enam bulan, fokus utama adalah pembersihan sekitar 50 juta ton puing-puing bangunan di Gaza.
“Biaya tahap awal ini diperkirakan mencapai 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp49 triliun,” ungkap Abdel Ati.
Tahap kedua yang berlangsung selama dua tahun akan mencakup pembangunan sekitar 200.000 apartemen dengan anggaran sebesar 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp326,7 triliun.
Sementara itu, tahap ketiga yang diperkirakan membutuhkan waktu 2,5 tahun akan menambahkan 200.000 unit apartemen tambahan dengan total biaya mencapai 30 miliar dolar AS atau sekitar Rp490 triliun.
Menurut data yang dikumpulkan, sekitar 30.000 rumah di Gaza masih bertahan meskipun mengalami kerusakan akibat serangan Israel selama 1,5 tahun terakhir.
“Pembangunan ini diharapkan dapat mengakomodasi pertumbuhan populasi Gaza yang diprediksi mencapai 3 juta jiwa pada tahun 2030,” ujar Abdel Ati.
Tantangan Politik dan Keamanan
Meskipun mendapatkan dukungan luas dari negara-negara Arab, rencana rekonstruksi Gaza yang diajukan oleh Mesir mendapat penolakan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan pemerintah Israel.
Sebelumnya, Trump sempat mengusulkan rencana serupa, tetapi menuai kontroversi karena melibatkan pemindahan paksa warga Palestina.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes, menegaskan bahwa Trump telah menolak usulan Mesir.
“Presiden Trump berpendapat bahwa rencana ini tidak realistis mengingat kondisi Gaza saat ini yang hampir tidak bisa dihuni. Warga Palestina tidak dapat hidup secara layak di tengah puing-puing dan bom yang belum meledak,” ujar Hughes.
Sebagai langkah awal, Mesir telah merancang sistem pemerintahan sementara di Gaza dengan melibatkan Otoritas Palestina (PA).
“Komite Pemerintahan Gaza yang terdiri dari teknokrat dan anggota nonpartisan akan mengawasi proses rekonstruksi selama enam bulan pertama,” jelas Abdel Ati.
Selain itu, Mesir dan Yordania juga berencana melatih aparat kepolisian Palestina guna memfasilitasi pembangunan kembali Gaza.
“Ke depannya, kami berharap lebih banyak negara dapat bergabung untuk memberikan dukungan politik maupun keuangan dalam upaya ini,” pungkasnya.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]