WahanaNews.co, Jakarta - Gencatan senjata dalam perang Israel melawan Hamas "tidak akan terjadi". Hal itu dikatakan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
Artinya, negara tersebut akan mengabaikan resolusi Majelis Umum PBB yang bertujuan memenuhi "kebutuhan kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya".
Baca Juga:
Langgar Gencatan Senjata, Israel-Hizbullah Saling Serang Lagi
Pasukan darat Israel bertempur di Jalur Gaza dan serangan udara menghantam wilayah Palestina yang dikuasai Hamas sebagai tanggapan atas serangan tanggal 7 Oktober - serangan paling mematikan dalam sejarah Israel.
Operasi militer yang semakin intensif telah meningkatkan ketakutan terhadap 2,4 juta penduduk Gaza, di mana kementerian kesehatan yang dikuasai Hamas mengatakan lebih dari 8.300 orang telah terbunuh.
Menyadur dari CNBC Indonesia, dalam penjelasannya kepada pers, sebagaimana dilansir AFP, Selasa (31/10/2023), Netanyahu mengatakan gencatan senjata berarti menyerah kepada Hamas, yang kelompok bersenjatanya menewaskan 1.400 orang dan menyandera lebih dari 230 orang, menurut angka terbaru Israel.
Baca Juga:
Warga Sipil Dilarang Tentara Israel Memasuki Desa-desa Lebanon Selatan
"Seruan untuk gencatan senjata adalah seruan agar Israel menyerah kepada Hamas, menyerah kepada terorisme... hal ini tidak akan terjadi," katanya, seraya bersumpah bahwa Israel akan "berjuang sampai pertempuran ini dimenangkan".
Sekutu Israel, Amerika Serikat, juga keberatan dengan gencatan senjata.
"Kami tidak percaya bahwa gencatan senjata adalah jawaban yang tepat saat ini," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby, seraya menambahkan bahwa "jeda" untuk memasukkan bantuan ke Gaza harus dipertimbangkan.
Ketika pasukan Israel memerangi militan Hamas di wilayah sempit Palestina dan mengirim tank ke pinggiran Kota Gaza, kekhawatiran meningkat mengenai krisis kemanusiaan yang semakin meluas.
Kirby mengatakan Washington "yakin" dapat meningkatkan jumlah truk bantuan ke Gaza melalui penyeberangan Rafah dengan Mesir menjadi sekitar 100 truk per hari.
Bantuan terbatas telah memasuki Gaza dari Mesir berdasarkan kesepakatan yang ditengahi AS, namun jumlah bantuannya jauh dari ratusan truk per hari yang menurut lembaga bantuan dibutuhkan.
Philippe Lazzarini, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina UNRWA, menyerukan Dewan Keamanan untuk menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera.
"Sistem yang ada untuk mengizinkan bantuan masuk ke Gaza akan gagal kecuali ada kemauan politik untuk membuat aliran pasokan bermakna, sesuai dengan kebutuhan kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya," katanya.
Israel Masuki Gaza
Serangan Hamas memicu perang Gaza paling berdarah yang pernah terjadi, ditandai dengan pengeboman udara selama berminggu-minggu dan operasi darat selama tiga malam berturut-turut yang berpusat di Gaza utara, yang Israel telah perintahkan agar warga sipil dievakuasi.
Kolom tank Israel dan buldoser lapis baja terlihat berputar-putar di pasir, dan penembak jitu mengambil posisi di dalam bangunan tempat tinggal yang kosong, dalam rekaman yang dirilis oleh tentara.
Seorang saksi mata mengatakan kepada AFP, lusinan tank maju selama lebih dari satu jam ke pinggiran selatan Kota Gaza dan memblokir jalan raya utama utara-selatan, "menembak setiap kendaraan yang mencoba melewatinya".
Serangan udara juga membuat jalan berlubang dan merobohkan bangunan, kata warga, sebelum tank-tank tersebut mundur.
Pasukan darat Israel didukung oleh tembakan keras dari udara dan artileri, dengan tentara menyerang lebih dari 600 sasaran dalam waktu 24 jam, naik dari 450 sasaran yang dilaporkan oleh militer sehari sebelumnya.
Hamas mengatakan mereka telah menembakkan rudal anti-tank ke dua kendaraan lapis baja Israel dan bahwa "serangan yang dilakukan oleh perlawanan telah mencegah" pasukan Israel untuk membangun kehadirannya di Gaza.
Militer Israel juga mengatakan seorang tentara wanita diselamatkan dari penawanan setelah operasi di wilayah yang dikuasai Hamas.
Pembebasan Ori Megidish "diamankan selama operasi darat," kata militer, seraya menambahkan bahwa dia telah "diperiksa secara medis" dan "baik-baik saja".
Netanyahu mengatakan masyarakat internasional harus menuntut para tawanan yang tersisa di Gaza "segera dibebaskan, tanpa syarat".
Hamas merilis sebuah video yang menunjukkan tiga sandera wanita, duduk di dinding ubin, meskipun waktu dan tempat rekaman tersebut tidak dapat diverifikasi.
Salah satu dari mereka menyerukan dengan nada gelisah agar Netanyahu menyetujui usulan pertukaran sandera yang diajukan Hamas dengan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.
Netanyahu dalam sebuah pernyataan mengecam klip itu sebagai "propaganda psikologis yang kejam".
Nasib Warga
Lebih dari 230 sandera - berusia antara beberapa bulan dan di atas 80 tahun - diyakini ditahan di jaringan terowongan bawah tanah tempat Hamas menyembunyikan infrastruktur militernya dari pengawasan dan serangan udara Israel.
Israel juga mengonfirmasi kematian salah satu dari mereka yang hilang, Shani Louk (23), warga negara Jerman-Israel, yang ditangkap oleh Hamas ketika orang-orang bersenjata menyerbu festival musik di gurun pasir.
Ketakutan dan keputusasaan meningkat di Gaza, di bawah pengepungan selama berminggu-minggu yang telah memutus aliran air, makanan, bahan bakar, dan kebutuhan penting lainnya.
Akses internet terputus pada Jumat, tetapi dipulihkan pada hari Minggu menyusul tekanan AS, kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller.
"Kami menjelaskan kepada pemerintah Israel pada akhir pekan bahwa jaringan komunikasi perlu dipulihkan," katanya pada Senin.
"Ini tentang memastikan aliran informasi penting, koordinasi kemanusiaan terus berlanjut, dan keluarga dapat tetap berhubungan."
PBB melaporkan pada Minggu bahwa "ribuan orang" telah menggeledah gudang bantuan di Gaza.
Gerobak keledai berbaris untuk memuat air, karena air minum yang aman semakin langka, di Khan Yunis di Gaza selatan.
Menurut PBB, 10 rumah sakit di Gaza utara telah menerima perintah evakuasi - meskipun menampung ribuan pasien dan sekitar 117.000 orang yang kehilangan tempat tinggal.
"Kami mengungsi dari rumah kami ke rumah sakit," kata warga Kota Gaza Ashraf al-Muzani (38) dari rumah sakit Al-Quds tempat dia dan keluarganya berlindung selama seminggu.
"Pengeboman itu mengikuti kami," katanya. "Kami belum bisa tidur dan anak-anak kami sangat ketakutan."
Konflik Meluas
Lazzarini dari UNRWA mengatakan bahwa 64 rekannya telah terbunuh di Gaza sejak 7 Oktober, "jumlah tertinggi pekerja bantuan PBB yang tewas dalam konflik dalam waktu singkat."
Kemarahan anti-Israel telah berkobar di seluruh kawasan dan sekitarnya.
Di Dagestan, Rusia yang mayoritas penduduknya Muslim, polisi mengatakan mereka telah menangkap 60 orang setelah massa menyerbu bandara pada hari Minggu untuk menyerang penumpang yang datang dari Tel Aviv.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Senin menuduh Amerika Serikat bertanggung jawab atas apa yang disebutnya "kekacauan mematikan" yang terjadi di Timur Tengah.
Washington telah memperingatkan musuh-musuh Israel - khususnya kelompok-kelompok yang bersekutu dengan Iran - untuk tidak terlibat lebih jauh setelah serangkaian serangan di wilayah tersebut.
Militer Israel telah menyerang sasaran-sasaran di Suriah dan saling baku tembak dengan Hizbullah di Lebanon, di mana perdana menteri sementara Najib Mikati mengatakan kepada AFP bahwa ia "melakukan tugas saya untuk mencegah Lebanon memasuki perang".
Kekerasan juga meningkat di Tepi Barat yang diduduki di mana para pejabat kesehatan mengatakan sekitar 120 warga Palestina telah terbunuh oleh tembakan Israel dan serangan pemukim sejak perang Gaza dimulai.
[Redaktur: Alpredo Gultom]