WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di tengah intensitas serangan militer yang tak kunjung reda di Gaza, pengakuan mengejutkan datang dari seorang tentara Israel.
Kepada media Haaretz, prajurit tanpa identitas itu mengungkap bahwa dirinya diperintahkan untuk menembaki warga sipil Palestina yang sedang mengantre bantuan pangan.
Baca Juga:
92 Orang Tewas, Israel Bombardir Warga Palestina Saat Antre Tepung dan Air
“Di tempat saya bertugas, antara satu hingga lima orang terbunuh setiap hari,” kata sang prajurit, menggambarkan area penugasan sebagai “medan pembantaian.”
Ia menambahkan bahwa warga Gaza diperlakukan seolah-olah mereka adalah pasukan musuh.
“Tidak ada tindakan pengendalian massa, tidak ada gas air mata, hanya tembakan langsung dengan segala cara yang bisa dibayangkan,” lanjutnya.
Baca Juga:
IDF Klaim Temukan Jenazah Tokoh Hamas di Terowongan Bawah Tanah RS
Bahkan disebutkan bahwa mereka menggunakan senapan mesin dari tank dan melemparkan granat. “Ada satu insiden di mana sekelompok warga sipil tertembak saat bergerak maju di bawah kabut,” ujarnya.
Laporan ini dikutip oleh Al Jazeera dan The Jerusalem Post, Sabtu (28/6/2025), dan segera memicu kontroversi di tengah seruan internasional untuk menghentikan kekerasan terhadap warga sipil.
Meskipun Israel dan Iran dikabarkan tengah menjalani gencatan senjata sementara, operasi militer Israel di Gaza justru meningkat selama akhir pekan.
Serangan terbaru dilaporkan menewaskan sedikitnya 549 warga Palestina dan melukai lebih dari 4.000 orang lainnya, sebagian besar di antara mereka sedang menunggu distribusi bantuan pangan di bawah pengawasan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), yang justru didukung Israel dan Amerika Serikat.
Militer Israel segera membantah keras tuduhan tersebut. Dalam pernyataan resminya yang dirilis melalui Telegram, pihak militer menyatakan, “Setiap tuduhan penyimpangan dari hukum atau arahan militer akan diperiksa secara menyeluruh, dan tindakan lebih lanjut akan diambil jika diperlukan. Tuduhan penembakan yang disengaja terhadap warga sipil yang disajikan dalam artikel tersebut tidak diakui di lapangan.”
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant bahkan menyebut laporan itu sebagai “fitnah berdarah” terhadap Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Mereka menegaskan bahwa IDF beroperasi dengan perintah yang jelas untuk menghindari korban sipil dan tetap mengikuti prosedur dalam kondisi tempur yang sangat kompleks.
Meski begitu, laporan Haaretz menyebutkan bahwa Advokat Jenderal Militer Israel telah memerintahkan penyelidikan terhadap dugaan kejahatan perang tersebut.
Tim Penilai Fakta dari Staf Umum Angkatan Darat telah diturunkan ke lokasi insiden.
Salah satu penulis laporan, Nir Hasson, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa praktik seperti ini mencerminkan metode kontrol kerumunan yang ekstrem.
“Itu sebenarnya praktik mengendalikan massa dengan api, seperti jika Anda ingin massa lari dari suatu tempat, Anda tembak mereka, meskipun Anda tahu mereka tidak bersenjata,” katanya dari Yerusalem Barat.
Hasson mengakui belum mengetahui siapa komandan yang memberikan perintah tembak tersebut, namun menyebut kemungkinan besar berasal dari level tinggi dalam hierarki militer Israel.
Meski laporan ini memicu kecaman global, sebagian besar publik Israel dikabarkan masih memandang bahwa perang di Gaza adalah “perang yang adil”.
Namun, retakan mulai muncul dalam opini domestik.
“Semakin banyak orang yang bertanya pada diri mereka sendiri apakah perang ini perlu, tetapi juga berapa harga kemanusiaan yang harus dibayar penduduk Gaza untuk perang ini,” kata Hasson.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]