WahanaNews.co |
Pangeran Reza Pahlavi, putra tertua raja terakhir Iran, Mohammad Reza Pahlavi,
mengatakan, ini hanya "masalah waktu" sampai dunia melihat akhir dari
rezim Republik Islam Iran.
Pangeran tersebut sudah lama tinggal di
pengasingan sejak Revolusi Iran pecah tahun 1979.
Baca Juga:
Balas Israel, Iran Disebut Bakal Tingkatkan Kekuatan Hulu Ledak
"Setiap sistem totaliter, sejarah telah
menunjukkan bahwa itu tidak bertahan lama," katanya, saat berbicara dari
Washington, kepada Frank Kane dari Arab News kala tampil di acara Frankly
Speaking, Senin (31/5/2021).
Shah atau Raja Mohammad Reza Pahlavi
digulingkan dalam revolusi 1979 yang dipimpin oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini,
yang kemudian mendirikan Republik Islam Iran.
Reza Pahlavi mengatakan, kaum muda Iran
menginginkan kehidupan yang berbeda --kehidupan yang tidak disediakan oleh
rezim negara saat ini.
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
"Hari ini, kami melihat kesempatan untuk
kebebasan lebih dan lebih, lebih keras dan lebih keras di setiap sudut negara.
Dan itu menunjukkan fakta bahwa tidak hanya rezim tersebut yang telah
kehilangan legitimasinya, tetapi juga mulai kehilangan cengkeramannya,"
ujar pangeran tersebut.
Ketika berbicara tentang JCPOA, yakni kesepakatan
nuklir Iran dengan negara-negara kekuatan dunia, Pahlavi mengatakan kepada Kane
bahwa rezim Iran tidak dapat mengubah perilakunya.
"Karena seluruh keberadaannya bergantung
pada kelangsungan hidupnya," katanya.
"Iran ingin mengekspor ideologi dan
mendominasi kawasan baik secara langsung atau melalui proksi," papar
Pahlavi, yang menambahkan bahwa rezim Iran saat ini tidak mampu menerima cara
dunia ingin melihat norma.
"Jadi terlepas dari apa yang coba
dinegosiasikan di sini, hasil akhirnya adalah sia-sia dan rezim hanya
menggunakan apa pun itu sebagai alat pemerasan, memaksa dunia untuk
menghadapinya sehingga dapat terus mempertahankan cengkeramannya di geopolitik
atau wilayah kita," katanya.
Pahlavi mengatakan, pencabutan sanksi terhadap
Teheran akan menguatkan Republik Islam Iran dan memungkinkannya untuk
melanjutkan keadaan konstannya yang menciptakan ketidakstabilan di wilayah
tersebut.
"Saya pikir satu-satunya cara untuk
mendapatkan lebih banyak hasil bukanlah dengan merelaksasi tekanan tetapi
dengan memberikan lebih banyak tekanan," katanya.
"Menerapkan lebih banyak tekanan pada
Republik Islam [Iran] bermanfaat bagi rakyat Iran yang membayar harga setiap
kali rezim mendapat napas kedua," kata Pahlavi.
Pahlavi mengatakan, dia tidak mengharapkan
rakyat Iran untuk menerima keuntungan ekonomi yang akan diperoleh rezim jika
pembicaraan nuklir yang sedang berlangsung di Wina mengakibatkan Teheran
mendapatkan keringanan sanksi.
"Kami telah melihat itu terjadi sekali
selama pemerintahan Obama, di mana sejumlah besar uang dikeluarkan untuk rezim
dan tidak ada yang dihabiskan untuk rakyat Iran," katanya.
Iran dan kekuatan dunia telah terlibat dalam
pembicaraan di Wina sejak April yang bertujuan menghidupkan kembali kesepakatan
nuklir.
Mantan Presiden AS, Donald Trump, membatalkan
kesepakatan itu pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi ekonomi yang
melumpuhkan terhadap Iran.
Ditanya tentang dukungan Iran untuk milisi
regional, Pahlavi mengatakan bahwa kepentingan rakyat Iran dan penguasa mereka
sama sekali berbeda.
"Rezim berkepentingan untuk terus mengobarkan
ketidakstabilan karena kelangsungan hidupnya bergantung pada itu. Di sisi lain,
kepentingan nasional kita pertama-tama bergantung pada stabilitas dan perdamaian,
dan hubungan yang ramah dengan tetangga kita, bukannya terus-menerus mencampuri
urusan dalam negeri mereka dengan berbagai cara campur tangan," paparnya.
Mengomentari wawancara baru-baru ini, di mana
Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman, mengatakan Arab Saudi
menginginkan Iran yang makmur dan bercita-cita untuk memiliki hubungan yang
baik dengan Teheran, Pahlavi berkata: "Saya pikir ini adalah pesan kepada
rakyat Iran lebih dari sekadar pesan pesan untuk rezim. Jadi, saya pikir pesannya,
jika memang seperti yang saya asumsikan, pasti akan diterima dengan baik oleh
rakyat Iran."
"Rezim sedang jatuh, dan cepat atau lambat,
orang-orang akan bebas di Iran, dan merekalah yang harus memilih dan menanggapi
gerakan ini," imbuh dia.
Pahlavi mengatakan, dia mengantisipasi
hubungan baik antara Iran dan tetangganya, termasuk Arab Saudi, setelah rezim
saat ini di Teheran hilang.
"Lihatlah cara hubungan itu sebelum revolusi
[pada 1979]. Ketika Raja Faisal dari Arab Saudi meninggal, ada masa berkabung
selama tujuh hari di Iran," ujarnya.
Mengomentari Visi Arab Saudi 2030 untuk
mendiversifikasi ekonomi dari minyak, Pahlavi mengatakan, dia sangat bahagia
melihat evolusi itu.
Pahlavi juga memuji Kesepakatan Abraham
antara Israel dan negara-negara Arab, dengan mengatakan: "Kami berada di arah
kemajuan dan kerjasama serta peluang regional. Persis seperti itulah impian
seorang Iran, dan saya percaya mungkin seorang Suriah atau Irak [juga], yang
terjebak dengan poros perlawanan yang mencegah mereka memiliki kesempatan
seperti itu."
Pahlavi mengatakan, rakyat Iran, berbeda
dengan penguasa mereka, tidak memiliki permusuhan terhadap Israel.
"Begitu Iran dibebaskan, orang-orang Iran akan
menjadi orang pertama yang mengatakan [kepada Israel], hei" kami tidak
bertengkar dengan Anda. Kami ingin menjadi teman Anda. Kami ingin menjadi
bagian dari dunia bebas," ujarnya.
Pahlavi mengatakan, dia tidak memiliki rencana
untuk menjadi shah atau raja Iran berikutnya.
"Satu-satunya misi saya dalam hidup adalah
mencapai garis finis itu, yaitu pembebasan Iran, mendorong rezim ini keluar,
dan memiliki kesempatan untuk membangun sistem demokrasi sekuler baru di negara
kita. Itu akan menjadi akhir dari misi politik saya dalam hidup," katanya. [qnt]