Para analis bahkan berpendapat agresi Rusia ke Ukraina menyebabkan hasil pemilu Prancis kali ini menjadi tidak terduga dengan jumlah pemilih sebagai faktor utama.
Proyeksi hasil perhitungan suara yang biasanya akurat akan dirilis tak lama setelah pemungutan ditutup Minggu (11/4) pukul 18.00 waktu setempat.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
Jika Macron dan Le Pen mencapai putaran kedua, analis memperkirakan persaingan keduanya akan jauh lebih ketat dan rumit daripada ketika pemilu 2017. Saat itu, Macron menang 66 persen suara dari Le Pen.
"Ada ketidakpastian menjelang putaran pertama," kata ilmuwan politik Prancis Pascal Perrineau.
Salah satu alasannya, kata Perineau adalah sampai saat ini banyak pemilih yang masih ragu-ragu atau yang berubah pikiran selama kampanye. Belum lagi para pemilih yang tidak memberikan suara di hari pemungutan.
Baca Juga:
Tewaskan 3 Orang, Macron Kecam Serangan terhadap Kurdi di Paris
Analis khawatir jumlah pemilih yang tak akan ikut serta dalam pemilu akan melonjak. Pada pemilu 2017, jumlah ketidakhadiran pemilih mencapai 22,2 persen.
Sementara itu, total ada 48,7 juta pemilih terdaftar di seluruh Prancis dalam pemilu kali ini. Taruhan pemilu kali ini tinggi bagi Macron.
Jika menang lagi, Macron tak hanya menjadi presiden Prancis termuda yang pernah menjabat, tapi juga menjadi yang pertama sejak Jacques Chirac memenangkan masa jabatan kedua pada 2002.