WahanaNews.co | Pria
berusia 28 tahun yang diciduk lantaran menampar Presiden Prancis, Emmanuel
Macron, di depan umum mulai disidangkan pekan ini. Kepada penyidik, pria ini
mengakui dirinya bertindak 'tanpa berpikir'.
Baca Juga:
2 Unit Kapal Selam Prancis Resmi Dibeli RI, Produksinya di Surabaya
Seperti dilansir AFP, Kamis (10/6/2021), pria yang
diidentifikasi Damien T (28) ini untuk pertama kali dihadirkan dalam sidang di
pengadilan kota Valence pada Kamis (10/6) waktu setempat. Dia ditahan sejak
menampar Macron dalam kunjungan di kota Tain-l'Hermitage pada Selasa (8/6)
waktu setempat.
Damien akan diadili atas dakwaan menyerang tokoh publik,
terkait aksinya menampar Macron yang merupakan seorang kepala negara.
Dakwaan itu diketahui memiliki ancaman hukuman maksimum tiga
tahun penjara dan hukuman denda 45.000 Euro (Rp 780 juta). Meskipun pengadilan
biasanya akan mempertimbangkan catatan kriminal yang bersih dan ada tidaknya
penyesalan dari terdakwa.
Baca Juga:
Orleans Masters 2024, Empat Wakil Indonesia Lolos ke Babak Kedua
"Dia menyatakan bahwa dia bertindak secara naluriah,
dan 'tanpa berpikir' untuk mengekspresikan kekesalannya," demikian
pernyataan kantor jaksa setempat, merujuk pada Damien.
Damien yang oleh teman-temannya digambarkan sebagai sosok
pemalu dan pendiam ini, juga menuturkan kepada penyidik bahwa dirinya
bersimpati dengan gerakan demonstran antipemerintah 'rompi kuning' dan condong
ke aliran sayap kanan-jauh untuk aliran politiknya, namun tidak memiliki
afiliasi partai.
Pemuda berambut gondrong ini merupakan warga desa
Saint-Villier dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Dia disebut sangat menggemari
sejarah dan seni bela diri abad pertengahan, serta sempat meneriakkan seruan
perang abad pertengahan saat menyerang Macron.
Seorang pria lainnya yang diidentifikasi sebagai Arthur C,
yang disebut sebagai teman Damien, juga ditangkap karena merekam tindak
penyerangan terhadap Macron itu. Namun jaksa menyatakan Arthur tidak akan
didakwa terkait insiden penamparan itu.
Macron sendiri mencoba untuk meringankan insiden penyerangan
yang menimpanya, dengan menyebutnya sebagai 'peristiwa terisolasi'.
Dia juga berjanji akan tetap menemui dan menyapa warga
dengan cara yang sama meskipun ada kekhawatiran keamanan. [qnt]