Wilson memandang perseteruan tersebut justru menyatukan tujuan faksi-faksi yang berusaha mengikis kemajuan demokrasi pasca-reformasi. Kondisi ini kian parah dengan ambisi Jokowi mengkonsolidasikan dan melanggengkan warisan dia.
Di pilpres kali ini, Prabowo memilih anak Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, mendampingi dia sebagai calon wakil presiden.
Gibran bisa melenggang menjadi cawapres usai Mahkamah Konstitusi yang dipimpin paman dia, Anwar Usman, melonggarkan syarat usia minimum calon presiden dan cawapres yaitu 40 tahun.
Baca Juga:
Kedatangan Dasco Disebut Polda Metro Tak Pengaruhi Pembebasan Pedemo
Para hakim membuat pengecualian yang memungkinkan bahwa seseorang di bawah 40 tahun bisa maju jadi capres atau cawapres dengan syarat minimal masih dan pernah menjadi kepala daerah.
Selain itu, pada 2023 lalu MPR dan DPR menyerukan agar MPR diangkat menjadi lembaga eksekutif tertinggi.
Wilson juga mengutip pernyataan ketua DPD La Nyalla Mattalitti yang menyampaikan pilpres langsung menghancurkan kohesi nasional. Menurut dia, ini harus diganti dengan pilpres tak langsung oleh MPR seperti masa Orde Baru.
Baca Juga:
19 Pedemo Tolak Revisi UU Pilkada Ditetapkan Polisi Jadi Tersangka
Di tengah kemelut itu, wakil ketua Gerindra, Habiburokhman, mengatakan usulan MPR dan DPR untuk kembali ke UUD pra-reformasi akan ditinjau kembali usai pemerintahan baru terbentuk.
Wilson juga memprediksi di masa kepresidenan Prabowo bisa jadi tanpa oposisi.
"Di masa kepresidenan Prabowo, mungkin terdapat perluasan pendekatan pemerintahan yang 'tanpa oposisi', yang dibingkai oleh kiasan nasionalis yang menjaga persatuan," kata dia.