Kapal tersebut mengangkut 30 orang dari 21 negara berbeda, termasuk sejumlah tokoh penting yang dikenal dalam advokasi kemanusiaan.
Sesaat setelah terkena serangan, kapal segera mengirimkan sinyal darurat SOS.
Baca Juga:
Rudal Baru Rusia Oreshnik: Jadi Sorotan Dunia Tidak Dapat Dilacak, Dicegat atau Dihancurkan
Pemerintah Siprus Selatan merespons dengan mengirimkan satu kapal bantuan. Namun, menurut FFC, kapal yang dikerahkan tidak memberikan dukungan listrik vital yang sangat dibutuhkan oleh kapal yang terdampak.
"Akibat serangan itu, pasokan listrik di kapal terputus dan semua komunikasi dari dalam kapal pun hilang," ujar perwakilan dari FFC dalam pernyataan lanjutan.
Sementara itu, Pemerintah Malta mengonfirmasi bahwa sebuah kapal tunda telah dikirimkan ke lokasi untuk memberikan pertolongan dan menyatakan bahwa seluruh penumpang di kapal tersebut berada dalam kondisi selamat.
Baca Juga:
Sederet Negara dengan Bahasa Tersulit di Dunia
FFC dengan tegas menyerukan agar Duta Besar Israel dipanggil dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang mereka sebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional, termasuk blokade yang terus berlangsung dan serangan terhadap kapal sipil di wilayah laut internasional.
Serangan ini terjadi tepat dua bulan setelah Israel menghentikan seluruh pasokan bantuan kemanusiaan dan barang komersial masuk ke Gaza. Dampaknya sangat mengerikan.
Munir al-Bursh, Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, menyatakan bahwa blokade tersebut-- yang kini disebut sebagai yang paling ekstrem sejak pecahnya perang 18 bulan lalu -- telah memaksa sekitar 91% dari populasi Gaza, sekitar dua juta jiwa, jatuh ke dalam krisis kelaparan akut.