WahanaNews.co | Pada Kamis (13/1) kemarin, Pengadilan Jerman memvonis mantan kolonel Suriah dengan hukuman penjara seumur hidup atas kejahatan terhadap kemanusiaan. Ini adalah pengadilan pertama yang dilakukan untuk pejabat rezim Bashar al-Assad .
Anwar Raslan dinyatakan bersalah atas 27 tuduhan pembunuhan, pemerkosaan dan penyerangan seksual yang dilakukan di pusat penahanan al-Khatib dekat Damaskus, Suriah.
Baca Juga:
Kanwil Kemenkumham Sulteng Tingkatkan Kesadaran dan Cegah Perundungan Siswa Lewat Diseminasi HAM
Mantan perwira intelijen Suriah itu diadili di bawah prinsip hukum yurisdiksi universal, yang memungkinkan penuntutan kejahatan di satu negara bahkan jika itu terjadi di tempat lain.
Jaksa mengatakan Raslan bertanggung jawab atas penyiksaan setidaknya 4.000 orang di penjara al-Khatib yang terkenal kejam di kota Douma, Suriah, pada 2011 dan 2012 atau selama tahap awal Perang Saudara di negara itu.
Mereka mengatakan dia mengawasi interogasi termasuk sengatan listrik, pemukulan dengan tinju, kawat dan cambuk, pemerkosaan serta pelecehan seksual, dan kurang tidur.
Baca Juga:
Hotman Paris Tantang Menteri HAM: Cukup Ponsel untuk Layani Rakyat, Bukan Rp 20 Triliun
"Penganiayaan itu berfungsi untuk memaksa pengakuan dan mendapatkan informasi," kata jaksa seperti dilansir dari Deutsche Welle, Jumat (14/1/2022).
Pengadilan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup, dengan kemungkinan pembebasan bersyarat setelah 15 tahun.
Lebih dari 80 saksi bersaksi selama persidangan tentang "kondisi bencana" di pusat penahanan itu.
"Mereka mengambil sikap meskipun ketakutan besar terhadap rezim Suriah, baik untuk diri mereka sendiri atau untuk keluarga mereka," kata hakim Anne Kerber.
"Saya berutang rasa hormat saya sepenuhnya kepada mereka," imbuhnya.
Dia adalah perwira Suriah berpangkat tertinggi sejauh ini yang dihukum karena kejahatan terhadap kemanusiaan.
Namun mantan kolonel berusia 58 tahun itu membantah melakukan penyiksaan atau memberikan instruksi kepada orang lain untuk melakukan penyiksaan. Pengacara Raslan mengatakan dia akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Vonis ini disambut baik oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet.
"Persidangan ini memberikan sorotan baru yang sangat dibutuhkan pada jenis-jenis penyiksaan yang memuakkan, perlakuan kejam dan benar-benar tidak manusiawi - termasuk kekerasan seksual yang hina - yang menjadi sasaran banyak warga Suriah di fasilitas penahanan," katanya.
Dia lantas mendesak negara-negara lain untuk mengadili kejahatan internasional menggunakan yurisdiksi universal.
Sementara itu Menteri Kehakiman Jerman, Marco Buschmann, meminta negara-negara lain untuk mengikuti apa yang disebutnya "pekerjaan perintis" yang dilakukan oleh sistem hukum negaranya.
"Kejahatan terhadap kemanusiaan tidak boleh dibiarkan tanpa hukuman. Di mana pun mereka melakukannya, tidak peduli oleh siapa," ujar Buschmann.
Sebelumnya pada Februari lalu pengadilan yang sama di Koblenz menghukum mantan perwira intelijen Suriah berpangkat rendah, Eyad A, empat setengah tahun penjara karena membantu dan bersekongkol dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dia dinyatakan bersalah membantu membawa 30 demonstran anti-pemerintah ke penjara al-Khatib.
Raslan dan Eyad adalah pejabat rezim Bashar al-Assad dan ditangkap di Jerman pada 2019 setelah melarikan diri dari Suriah.
Di Dewan Keamanan PBB, Rusia dan China telah memveto upaya kekuatan Barat untuk merujuk krisis Suriah ke Pengadilan Kriminal Internasional.
Akibatnya, para penyintas penyiksaan dan serangan senjata kimia memiliki pilihan terbatas untuk mencari keadilan hingga saat ini.
Menurut kelompok pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris, setidaknya 60.000 orang telah tewas di bawah penyiksaan atau sebagai akibat dari kondisi yang mengerikan di pusat-pusat penahanan Suriah. [qnt]