Sebanyak 49 dari 62 jurnalis Iran ditangkap sejak protes massal yang dimulai pada September, terkait kematian Mahsa Amini, seorang wanita Kurdi berusia 22 tahun, yang ditangkap setelah diduga tidak mematuhi persyaratan hukum negara untuk mengenakan jilbab.
"Pemerintah-pemerintah otoriter meningkatkan upaya opresif untuk membungkam media, mencoba menutupi ketidakpuasan yang meningkat di dunia yang terganggu oleh COVID-19 dan kejatuhan ekonomi akibat perang Rusia dan Ukraina," bunyi laporan tersebut, seperti dilansir Organisation of Asia-Pacific News Agencies (OANA).
Baca Juga:
Pendaftaran PLN Journalist Award 2024 Tinggal Sebulan Lagi, Kirimkan Karya Jurnalistik Terbaikmu!
Komite Perlindungan Jurnalis juga menyebut bahwa jumlah jurnalis perempuan yang ditahan mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dari 363 jurnalis seluruh dunia yang dipenjara, 24 orang di antaranya berjenis kelamin perempuan.
China menjadi negara terburuk kedua tahun ini dengan pemenjaraan 43 jurnalis. Jumlah ini sebenarnya turun, karena tahun lalu China memenjarakan 48 jurnalis.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Anugerahkan Penghargaan Istimewa bagi Jurnalis dan Media Massa
Sensor China terhadap media dan pengawasan terhadap rakyatnya telah membuat upaya untuk meneliti jumlah pasti jurnalis yang dipenjara di negara itu menjadi "sangat sulit", kata laporan itu.
Di Myanmar, jurnalis yang dipenjara meningkat menjadi setidaknya 42 orang dari 30 tahun lalu. Hampir setengah dari jurnalis yang dijatuhi hukuman penjara pada 2022 dituntut berdasarkan aturan undang-undang anti-negara yang menghukum tindakan "hasutan" dan "berita palsu".
Undang-undang baru Rusia yang bersifat membatasi untuk mengontrol narasi atas perang di Ukraina telah menggerus media independen yang tersisa di negara itu, kata laporan itu.