CEO Sand, Choi Kyong-hui, menyatakan bahwa pemerintah Pyongyang melihat penyebaran K-Drama dan K-Pop sebagai ancaman terhadap ideologi mereka.
"Kekaguman terhadap masyarakat Korea Selatan dapat segera menyebabkan melemahnya sistem. Ini bertentangan dengan ideologi monolitik yang membuat masyarakat Korea Utara menghormati keluarga Kim," katanya.
Baca Juga:
Militer Korea Selatan Siarkan K-Pop dan Berita untuk Serangan Psikologis
Warga Korea Utara mulai mengalami hiburan dari Korea Selatan pada tahun 2000-an, ketika Seoul menerapkan kebijakan bantuan ekonomi dan kemanusiaan tanpa syarat kepada Korea Utara.
Namun, kebijakan tersebut diakhiri oleh pemerintah Seoul pada tahun 2010. Alasan di balik penghentian kebijakan tersebut adalah karena dianggap bahwa bantuan tersebut tidak mencapai masyarakat umum Korea Utara sebagaimana yang diharapkan, dan tidak menghasilkan perubahan positif dalam perilaku pemerintah Pyongyang.
Namun, hiburan dari Korea Selatan terus merambah ke Korea Utara melalui jalur negara China.
Baca Juga:
Waspadai Pencurian Tinja, Pemimpin Korut Bawa Toilet Kemanapun Pergi
Seorang pembelot asal Korea Utara memberikan keterangan kepada BBC Korea pada Kamis (18/1/2024), mengatakan, "Jika Anda tertangkap menonton drama Amerika, Anda mungkin bisa melewati masalah dengan memberikan suap, tetapi jika Anda tertangkap menonton drama Korea, Anda bisa ditembak."
Pembelot tersebut, yang memilih untuk tidak disebutkan namanya, menjelaskan, "Bagi warga Korea Utara, drama Korea adalah semacam 'obat' yang membantu mereka melupakan kenyataan sulit yang mereka hadapi."
Seorang pembelot lainnya, yang berusia 20-an tahun, juga menyatakan bahwa di Korea Utara, mereka diajarkan bahwa kehidupan di Korea Selatan jauh lebih buruk dibandingkan dengan Korea Utara.