Pemerintahan Benjamin Netanyahu sebelumnya sempat berkukuh bahwa mereka tidak berniat untuk kembali ke pemerintahan langsung di Gaza, seperti yang mereka lakukan sebelum tahun 2005.
Shtayyeh berpendapat bahwa rencana Israel untuk menjalankan wilayah tersebut menggantikan Hamas memberikan komunitas internasional pengaruh yang langka untuk kembali ke solusi dua negara yang telah dibongkar secara sistematis oleh Netanyahu selama masa jabatannya.
Baca Juga:
Perkumpulan Tahanan Palestina: 61 Jurnalis Ditahan di Penjara Israel Sejak Agresi
"Pertanyaannya bagi kita - masyarakat Israel, Amerika, Eropa, semua orang - adalah, bagaimana kita bisa memanfaatkan bencana ini sebagai peluang perdamaian?" katanya.
PA telah menyerukan pertemuan darurat Arab, yang diharapkan Shtayyeh akan diadakan pada 10 November, untuk memulihkan persatuan dalam pembentukan negara Palestina yang fungsional.
Negara-Negara Arab dan Israel
Baca Juga:
Usai Puluhan Tentara Ogah Balik Perang ke Gaza, Israel Kalang Kabut
Pada 2020 Bahrain dan Uni Emirat Arab menandatangani perjanjian Abraham, yang menormalisasi hubungan dengan Israel, dan mensyaratkan kemajuan politik bagi Palestina sebagai prasyaratnya.
Pada saat serangan Hamas terjadi, AS berusaha mendorong Arab Saudi untuk menyetujui perjanjian normalisasinya sendiri, namun para pemimpinnya bersikeras bahwa perjanjian apa pun harus membawa manfaat substantif bagi Palestina.
Shtayyeh memperkirakan hal itu akan menjadi sikap umum Arab. Ia mencatat bahwa menteri luar negeri Bahrain mengunjungi Tepi Barat pada Minggu untuk pertama kalinya sejak penandatanganan perjanjian Abraham.