Mahbubani bahkan membandingkan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, tak lebih baik dari Jokowi dalam hal meredakan perpecahan sosial dan politik dalam negerinya.
"Bahkan hampir satu tahun setelah Joe Biden memenangkan pemilu AS 2020, 78 persen pendukung Partai Republik masih tidak percaya bahwa dia telah memenangkan pemilu secara sah. Biden telah menjadi Senator AS selama 36 tahun tetapi dia tidak bisa meredakan perselisihan partisan dalam politik AS," tutur Mahbubani.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Poin kedua yang disoroti Mahbubani adalah Jokowi dianggap “sedikit bicara banyak bekerja” dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Ia menyoroti program Jokowi, seperti redistribusi tanah kepada masyarakat miskin pada 2016, peluncuran Kartu Indonesia Sehat dan skema jaminan kesehatan nasional baru, Kartu Indonesia Pintar, bantuan tunai, hingga kebijakan fiskal lainnya yang dinilai mampu menekan hutang negara.
"Tidak seperti banyak pemimpin yang mengusung program besar pemerintah untuk membantu warga miskin, Jokowi bijaksana secara fiskal. Utang publik Indonesia rendah menurut standar internasional, kurang dari 40 persen PDB," kata Mahbubani.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Dalam kancah diplomasi, Mahbubani turut memuji cara Jokowi yang tetap menjaga hubungan baik Indonesia dengan Amerika Serikat dan China di saat bersamaan, ketika persaingan dua negara superpower tersebut terus menguat.
Mahbubani menuturkan, Jokowi tetap mendorong AS untuk berinvestasi lebih banyak, meski modal China terus mendominasi investasi asing di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
"Jokowi secara geopolitik bijaksana, dengan bijak menjaga hubungan baik dengan China dan AS karena persaingan kekuatan besar mereka memberikan momentum (bagi Indonesia)," ucap Mahbubani.