WahanaNews.co | Wartawan Amerika Serikat (AS) Danny Fenster (37) akhirnya dibebaskan dari penjara Myanmar dan bisa pulang ke tanah airnya pada Senin (15/11/2021).
Diketahui, Redaktur Pelaksana surat kabar online Frontier Myanmar ini sebelumnya divonis hukuman penjara oleh junta militer Myanmar.
Baca Juga:
Dewan Pers dan 3 Capres-cawapres Tandatangani Komitmen Kemerdekaan Pers
Fenster akhirnya bebas setelah diplomat AS Bill Richardson berundingan dengan junta militer yang berkuasa.
Vonis tersebut dijatuhkan padanya atas penghasutan, pelanggaran undang-undang keimigrasian, serta melakukan pertemuan yang melanggar hukum. Ia menjalani penahanan sejak Mei.
Ketika berbicara kepada para wartawan di landasan pesawat di Bandara Internasional Hamad di Doha, Qatar, Fenster mengatakan ia merasa baik-baik saja.
Baca Juga:
Capres Prabowo Bicara Kebebasan Pers dan Ekonomi Pancasila di Kantor Pusat PWI
Ia mengungkapkan bahwa selama berada dalam penahanan tidak ada orang yang memukuli dirinya. Ia juga tidak kelaparan.
Ketika ditanya apakah ia diperlakukan tidak baik, Fenster mengatakan dirinya ditangkap tanpa alasan namun tidak mengalami kekerasan apa pun.
"Saya ditangkap dan ditahan tanpa alasan, jadi saya rasa demikian. Tapi secara fisik, saya sehat. Saya tidak kelaparan ataupun mengalami pemukulan," jelas Fenster.
Saluran televisi milik militer Myanmar, Myawaddy TV, mengatakan Fenster diberi amnesti setelah ada permintaan dari Bill Richardson dan dua perwakilan Jepang "untuk menjaga persahabatan di antara negara-negara dan menekankan aspek kemanusiaan".
Fenster adalah salah satu dari puluhan pekerja media yang ditahan di Myanmar sejak kudeta terjadi pada 1 Februari.
Aksi merebut kekuasaan itu membuat masyarakat marah atas upaya yang tiba-tiba terhenti setelah satu dasawarsa negara itu melangkah menuju demokrasi.
Militer Myanmar menuding banyak perusahaan media melakukan penghasutan dan menyebarkan kabar bohong.
Seorang sumber yang mengetahui kedatangan Richardson di Myanmar --untuk menjemput Fenster-- mengatakan kunjungan mantan diplomat AS itu dilakukan tanpa sepengetahuan Departemen Luar Negeri AS maupun Kedutaan Besar AS di Yangon.
Para pejabat pada awalnya menentang kunjungan Richardson ke Myanmar dan meminta sang mantan diplomat tidak membahas kasus tersebut dengan para pejabat Myanmar, kata sumber tersebut.
Sebelum Fenster dibebaskan, para pejabat Deplu AS khawatir bahwa keterlibatan Richardson justru akan mengakibatkan pembebasan Fenster tertunda.
Alasannya, aksi Richardson itu bisa membuat junta melihat wartawan AS tersebut sebagai alat tawar-menawar.
Juru bicara Deplu AS Ned Price pada Senin mengatakan bahwa Richardson --seorang mantan gubernur-- bertindak "tidak berdasarkan arahan pemerintah AS" di Myanmar.
Namun, katanya, para pejabat Deplu tetap menjalin kontak dengan Richardson bersama timnya.
Price mengatakan sejumlah pejabat AS, termasuk utusan khusus Presiden Biden urusan Penyanderaan, Roger Carstens, juga melakukan upaya untuk membebaskan wartawan tersebut. [rin]